Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenal Putri Selene pada Peringatan 50 Tahun Pendaratan Manusia di Bulan

16 Juli 2019   17:53 Diperbarui: 17 Juli 2019   07:48 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri ke kanan: Armstrong, Collins, Aldrin (spaceflight.nasa.gov)

Selene, a novel by Michelle Moran (dokpri)
Selene, a novel by Michelle Moran (dokpri)
Novel tersebut menceritakan bahwa Selene adalah generasi terakhir dinasti Ptolemaeus, yang berkuasa di Mesir sejak tahun 323 SM hingga 30 SM, yang mengalami berbagai ironi hingga tragedi dalam kehidupannya. Hal ini dimulai sejak kekuasaan ayahnya, Markus Antonius yang adalah orang Romawi dan menikah dengan Ratu Cleopatra yang adalah orang Mesir, berkahir karena dikalahkan oleh Oktavianus, Kaisar Romawi, dalam sebuah peperangan di Aktium.

Markus Antonius dan Cleopatra, lebih memilih mati bunuh diri di Mesir daripada dibawa menjadi tawanan ke Roma. Sementara itu, anak mereka, Selene dan Alexander, yang juga adalah Pangeran Mesir, diangkut ke Roma. Alexander adalah saudara kembar Selene.

Meskipun oleh Oktavianus, Selene dan Alexander dikatakan sebagai tamu kaisar, tapi bagi mereka berdua kenyataan ini tidak ada bedanya dengan dijadikan sebagai tawanan. Sebenarnya, Oktavianus Augustus adalah paman Selene, karena Markus Antonius ayah Selene adalah mantan suami Oktavia, saudara perempuan Oktavianus.

Beberapa tahun di Roma, baik Selene maupun Alexander diajarkan ilmu pengetahuan di Ludus, sekolah bagi anak-anak Roma, oleh guru keluarga istana bernama Magister Verrius. Bahkan Selene mendapat pelajaran tambahan dari Vitruvius, penulis buku de architectura, sang arsitek kota Roma.

Tragis bagi Selene, di ulang tahunnya yang ke-15, Alexander justru dibunuh secara misterius, diduga karena ia dianggap ancaman bagi kekuasaan Oktavianus dan calon pewarisnya, karena Alexander adalah keturunan Alexander Agung di dinasti Ptolomeus. Selene kehilangan seluruh keluarganya.

Mengejutkan, suatu hari setelah bertahun-tahun kejadian kematian saudaranya berlalu, saat Oktavianus kembali ke Roma dari penaklukannya yang bertahun-tahun menumpas pemberontakan di Galia dan Kantabria, dalam keadaan kurang sehat dan lemah, Oktavianus memanggil Selene dan memberitahunya rencananya utk menikahkannya dengan Juba, putra Raja Juba I, raja Numidia, sang pengawal setia Oktavianus yang dibawanya ke Mesir setelah menumpas pasukan Juba I ayahnya, yang bahkan ikut ditumpas Oktavianus.

Tanpa pernah diduga Oktavianus, Juba di samping kesetiaannya sebagai pengawal kaisar seringkali mengendap-endap dalam kegelapan malam dan menyiarkan pesan-pesan keras menentang perlakuan Oktavianus yang dianggapnya kejam terhadap budak. Ia muncul secara misterius di momen-momen penting keluarga kaisar dengan nama samaran Elang Merah.

Kiprahnya Elang Merah, yang tidak diketahui oleh Oktavianus adalah Juba sendiri, cukup mengkhawatirkan Oktavianus, karena dianggap mirip pemberontakan Spartakus yang mampu menggalang 50.000 budak memberontak terhadap Kaisar meskipun akhirnya dapat ditumpas dengan penyaliban lebih 6.000 budak yang didakwa bersalah melalui pengadilan yang korup.

Orang-orang yang bermain peran ini, sedari awal sudah merancang skenario kecil miliknya sendiri. Sejak awal setelah mengalahkan Mesir, Oktavianus memang sudah merencanakan menikahkan Selene dengan Juba pengawal pribadinya dan membunuh Alexander pada waktu yang tepat, sehingga kekuasaannya tetap aman dan rakyat menganggapnya murah hati karena tidak membunuh pewaris tahta daerah taklukannya.

Juba sang pengeran Numidia dan Selene putri Cleopatra, akhirnya menikah dan memerintah bersama-sama atas kerajaan Mauritania, salah satu daerah taklukan Romawi, atas titah Kaisar Oktavianus Augustus. Juba dikenang sebagai salah satu pemimpin paling gemilang pada masanya. Selene adalah arsitek, sang perancang ibukota Caesarea yang dipandang hampir menyerupai Alexandria, ibu kota kerajaan Mesir tanah kelahirannya.

Juba dan Selene adalah pasangan suami istri yang mencintai kemanusiaan dan keadilan tanpa ingin diketahui. Mereka adalah "tawanan" dengan pikiran merdeka yang sanggup melayani dalam keterkekangannya. Pada saat yang sama, mereka juga adalah manusia biasa yang mengalami romansa, ironi dan tragedi dalam panggung teater kehidupan yang tidak pernah mereka minta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun