Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Eskalasi Produksi Sampah Memaksa Lahirnya Gaya Hidup yang Lebih Fungsional

16 Juni 2019   13:57 Diperbarui: 20 Juni 2019   18:41 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi, apa saja yang bisa kita lakukan, kalau Tuhan sudah berhenti menciptakan ruang (tempat) hidup,  sementara manusia semakin berlomba menyenang-nyenangkan dirinya sekalipun oleh karena itu sampahpun semakin banyak dibuang sembarangan dan mengancam kehidupan kita?

Ya, saya dengan egois akan menyatakan pendapat pribadi untuk menghindari pertikaian pendapat dalam debat. Sudah terlalu banyak perdebatan tentang lingkungan, tapi minim tindakan. Dulu, 30 tahun yang lalu pun saya sudah diajarkan dan itu sudah menjadi bahan diskusi anak-anak sekolah dasar, nun jauh di sebuah kampung di kaki gunung, yang faktanya sekarang pekarangannya sudah penuh dengan sampah-sampah plastik.

(dok.pri) | Sampah-sampah yang berserakan dibuang secara sembarangan, sekalipun sudah disediakan tempat sampah. Kesadaran yang kurang di tengah kinerja pengelolaan sampah yang juga penuh keterbatasan
(dok.pri) | Sampah-sampah yang berserakan dibuang secara sembarangan, sekalipun sudah disediakan tempat sampah. Kesadaran yang kurang di tengah kinerja pengelolaan sampah yang juga penuh keterbatasan
Apa yang sudah, sedang dan akan saya lakukan adalah sesuatu yang terkait dengan kepentingan saya sendiri, karena saya masih mau hidup.

Hidup sambil menikmati kesegaran alam dengan istri, anak-anak, teman-teman dan handai taulan, jauh dari drainase yang tersumbat oleh sampah-sampah plastik, dan pertikaian karena sikap ingin mudah sendiri sekalipun menyusahkan bagi orang lain. Manusia perlu untuk hidup lebih fungsional terkait pengelolaan sampah. Apa yang bisa saya buat?

Saya tidak dalam kapasitas untuk menunjukkan gambaran tindakan terkait sampah itu dalam kaitannya dengan ukuran iman. Bagi saya cukup, orang-orang beriman seharusnya mampu membuang sampah tidak sembarangan.

Hari ini saya menggali drainase meskipun bukan jadwal gotong royong warga lingkungan. Kenapa? Karena saluran pembuangan di depan rumah saya mampet, dan saya tidak mungkin menunggu lebih lama jadwal gotong royong warga lingkungan untuk mengorek endapan di saluran air di depan rumah saya sendiri. 

Kalau perlu, karena saya memang sedang mengorek drainase, saya akan korek hingga drainase-drainase di depan rumah-rumah tetangga sepanjang terjangkau dan semampu saya. Kenapa? Sekalipun drainase saya bersih, bila dihilir tersumbat, air akan tetap tergenang di depan rumah saya.

mandiri membersihkan drainase (dok.pri)
mandiri membersihkan drainase (dok.pri)
Saya menyapu halaman samping rumah tetangga saya. Ya, saya bisa menjadi baik karena tetangga saya juga baik. Itu sudah biasa. Saya perlu menjadi tidak biasa karena saya keberatan bila saya harus bertikai dengan tetangga hanya karena sampah di halamannya terbawa oleh angin ke halaman saya. Dari pada saya menunggu dia sempat untuk menyapunya, lebih baik saya yang sedang ada waktu luang, memunguti sampah-sampah itu sekalian. Toh kalau angin datang, nanti pun sampah itu akan terbawa ke halaman saya yang sudah disapu.

Saya sering mengeluh karena truk pengangkut sampah tidak pasti kapan jadwalnya datang mengangkut sampah kemari. Mungkin mereka pun penuh keterbatasan.

Apa yang saya lakukan? Hari ini, saya memisahkan sampah-sampah organik dari sisa-sisa makanan dan kulit buah serta sayuran dari sampah-sampah non organik sebelum dibuang ke tempat penampungan sampah yang tidak tentu jadwalnya kapan akan diangkut itu. Kenapa? Apakah saya orang yang sangat rajin? Bukan. Karena sampah organik dan non organik yang bercampur akan menyebabkan bau tak sedap yang sangat mengganggu. Jangankan bagi saya yang dekat dengan tempat sampah itu, bagi orang-orang yang melintaspun saya sudah turut menyiksa mereka.

Bersama seorang petugas kebersihan pada suatu pagi di Jl. Boulevard-Manado (16/03/2019), (dok.pri)
Bersama seorang petugas kebersihan pada suatu pagi di Jl. Boulevard-Manado (16/03/2019), (dok.pri)
Petugas kebersihan sedang menyapu jalan pada suatu subuh di sekitar jalan menuju Pantai Kuta-Bali (03/2018), (dok.pri)
Petugas kebersihan sedang menyapu jalan pada suatu subuh di sekitar jalan menuju Pantai Kuta-Bali (03/2018), (dok.pri)
Petugas Kebersihan sedang memindahkan sampah untuk dibuang ke TPA di Depo Transfer DLH Kab. Karo (foto: A. Gurusinga)
Petugas Kebersihan sedang memindahkan sampah untuk dibuang ke TPA di Depo Transfer DLH Kab. Karo (foto: A. Gurusinga)
Sampah-sampah organik sisa makanan, kulit buah dan sayuran itu tinggal dikuburkan di halaman (kalau ada). Kalau tidak simpan diember tertutup, manakala ada orang yang butuh pakan ternak peliharaan atau tukang angkut sampah datang liwat di depan rumah, saya tinggal serahkan dengan aman. 

Kalau ada halaman yang cukup untuk menguburnya, itu adalah makanan bagi bumi menggangtikan hara yang telah disedot habis-habisan tanpa perlawanan. Makanan bagi bunga-bunga dan rumput yang tumbuh di halaman. Bahkan, sampah organik yang telah membusuk menjadi humus, adalah makanan yang cukup untuk memelihara sayur-sayuran, buah-buahan. Bukankah itu praktis dan ekonomis juga?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun