Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghalau Konten Verboden

16 September 2020   14:53 Diperbarui: 16 September 2020   14:57 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat tantangan yang dihadapi orangtua, terutama para ibu, dalam mendidik anak-anaknya pun meningkat. Di era serba digital, orangtua dituntut tidak ketinggalan zaman. Mereka harus selangkah lebih maju ketimbang anak-anak sehingga mampu mengarahkan dan membimbing.

Harus disadari peran orangtua, terutama kaum ibu, sangat signifikan dalam mempersiapkan masa depan generasi penerus bangsa. Sulit membayangkan bila dalam satu generasi pola didik oleh orangtua diambil alih gawai atau gadget. Nilai-nilai moral bukan dari teladan dan petuah orangtua. melainkan dari gelontoran informasi luar rumah yang tanpa batas.

Riset yang dirilis pada akhir Januari 2020 menyebutkan, jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 175,4 juta orang, sementara total jumlah penduduk Indonesia sekitar 272,1 juta. Dibanding tahun 2019 lalu, jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat sekitar 17 persen atau 25 juta pengguna.

Pengguna internet di Indonesia rata-rata menghabiskan tiga hingga delapan jam sehari berselancar di dunia maya. Sedangkan anak SD dan remaja menghabiskan waktu rata-rata sembilan jam sehari berinteraksi dengan gawai. 

Ini adalah angka yang mencengangkan. Bila waktu tidur rata-rata delapan jam maka waktu efektif untuk beraktivitas adalah 16 jam sehari. Artinya, generasi anak-anak kita menggunakan waktu lebih dari separuh hidupnya bersama gawai.

Gawai seperti pedang bermata dua. Ada manfaat luar biasa yang bisa diperoleh terutama dari sisi kecepatan dan mudahnya mendapatkan informasi dan hiburan. Sebaliknya, mata pedang di sisi yang lain adalah ekses yang dapat meracuni. Namun melihat tren begitu panjang waktu penggunaannya, kita bisa berkesimpulan bahwa mudaratnya lebih besar ketimbang manfaat.

Anak dan remaja yang seharusnya lebih banyak bergerak mengaktifkan otot badan dalam perkembangan jasmaninya akan lebih banyak diam, duduk, atau tiduran. Dengan lebih dari separuh waktunya berinteraksi dengan gawai membuat fisiologi tubuh tidak sebugar generasi yang terus bergerak. Selain waktu bermain, waktu belajar untuk pendidikan formal atau sekolah pun berkurang. Belum lagi interaksi sosial dengan orang lain termasuk keluarga pun berkurang.

Tak kalah berbahaya adalah konten negatif yang bertebaran di dunia maya, terutama medsos yang menjadi tren di kalangan muda. Unsur pornografi, kekerasan, ujaran kebencian, bahkan paham radikalisme, dan intoleransi sulit dibendung. Kita tidak bisa mengandalkan pemerintah atau otoritas penyedia jasa layanan yang terkait dengan media sosial membatasinya. Berbagai aturan sudah dibuat namun banjir konten negatif tetap akan ada.

Persoalan lain, perubahan kebiasaan anak dan remaja dalam berinteraksi dengan gawai tidak seketika terjadi. Untuk sampai pada sembilan jam penggunaan gadget dimulai dari sejam, dua jam dan seterusnya. 

Keberangsuran inilah yang membuat orangtua hilang kewaspadaan. Kesadaran akan apa yang terjadi pada akhirnya muncul terlambat. Peran orangtua dalam keluarga, terutama ibu, sangat penting untuk mencegah anak terpapar konten negatif di internet. Menjadi ibu cerdas di era teknologi informasi yang berkembang pesat menjadi suatu keharusan dengan terus meningkatkan literasi digital.

Sangat relevan kaum ibu saat ini pun harus mampu menyikapi tantangan di depan mata terkait digitalisasi di semua lini. Penyikapan tersebut bukan dengan gerakan anti kemoderenan atau melarang gawai, melainkan bagaimana para ibu menyadari harus selangkah lebih cerdas ketimbang anak-anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun