Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Matinya Kepakaran Medis: "Pakar, Makelar, dan Nalar (Kita)"

6 Agustus 2020   15:16 Diperbarui: 6 Agustus 2020   15:14 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam kusutnya pengetahuan saya, mungkin kita perlu menerobos dulu, apa itu pakar, apa pula ahli? Bisa jadi hemat saya keliru, pakar adalah sesorang yang punya basis keilmuan yang kuat dan menjadi final decesion atas isu maupun problematik yang muncul. Selain itu, pakar lebih punya passion yang kahir dari dalam dadanya, jadi ada nilai-nilai utama yang ditegakkan di sana. Pakar bukan banyak omong. Tak ada pakar menjual kecap di sana-sini, mengklaim saya pakar lho, dll.

Kita mengenal pakar gunung api, Mbah Rono, Pakar pesawat terbang, BJ Habibie atau Pakar telematika, Roy Suryo, dll. Pakar tak dicipatakan, tapi ia akan lahir di tengah situasi atau isu besar saat itu. Yang kemudian, statement maupun sarannya begitu dinantikan banyak orang termasuk pemerintah untuk menentralisir keadaan, namun sang pakar ini sangat terbuka untyuk diuji dan dibuktikan.

Pakar tak galau maupun silau atas beda pandangan satu sama lainnya. Justru ia memiliki opini tersendiri bahkan menyimpang atau melawan arus. ia selalu mengajak semua pihak belajar dan menguatkan argumen-argumen ilmiahnya lewat cara-cara akademik.

Sementara ahli merupakan sosok yang punya kapasitas keilmuan tak diragukan. Ia cukp cerdas secara akademik dan cakap dalam pekerjaan, namun belum tentu ia menggenggam key value di atas.

Jika kemudian bermunculan Vlog, video, film maupun hoaks tgerkait pandemi covid-19 berceceran di mana-mana, oleh sesiapa, maka bagi para pakar medis semestinya tak membuatnya limbung, terjerembab dan merasa tak dihargai.

Meruahnya obat tradisional pelawan covid-19 juga bertebaran, tak cuma satu jenis tapi juga dari berbagai daerah nampaknya punya kepercayaan diri atas ramuan maupun  herbal yang sudah direproduksi para leluhurnya hingga sekarang, mulai dicoba untuk menghapus covid-19 di sekujurnya atau sekurangnya buat cadangan menjaga imunitas.

Terbitnya Anjie, Hadi Pranoto di medsos maupun kanal youtube menjadi dinamika dalam penanganan per-covid-19-an kini. Soal itu benar atau sebaliknya, tentu tak sedikit pihak yang akan meluruskan, mengcounter bahkan klarifikasi lewat pembuktian senyapnya.

#Indionesia terserah yang beberapa waktu lalu menguar, juga semestinya tak mengurangi respek, hirau dan kerja keras para pakar medis dalam menangani covid-19 yang mematikan itu.

Sepertinya tak elok, kala kepakaran medis kita menjadi lesu, lemah kalao tak bisa dibilang mati saat dihantam ujian sana-sini, termasuk barangkali cobaan atas transaksi atau jual beli terkait covid-19. Klaim pakar bermunculan, ada di klinik, di rumah sakit, di gedung bertingkat bahkan di pinggir jalan sekalipun.

Ulah WHO yang acap tak konsisten atas seruan pemakaian obat tertentu anti covid-19 yang dicabut dan membahayakan menjadi boomerang atas tindakan pakar medis yang menangani covid-19. Namun demikian, meski dicecap kejenuhan, bosan tak terhingga bahkan absen atau nihilnya apresiasi pemerintah, semoga tak melunturkan spirit dan integritas kepakaran medis kita hari ini. Ini yang harus dirawat. Jangan sampai lonceng kematian kepakaran medis tergadai hanya demi lembaran rupiah, atau sekadar ingin menjadi viral, menjelma sosok fenomenal, sok paling dibutuhkan maupun wost wanted.

Jadi, kepakaran medis di rimba covid-19 ini mesti harus dibebaskan dari kekhawatiran, ketakutan, ketidakberhargaan, keterkenalan. Biarlah dunia tahu, siapa yang bekerja, siapa yang hanya bersuara, siapa yang benar dan siapa yang bohong belaka. Proses waktu, akan memastikan jawaban yang paling ditunggu dan memberi bukti bukan friksi maupun fiksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun