Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak-anak Indonesia, Berkilaulah!

22 Juli 2020   14:21 Diperbarui: 23 Juli 2020   04:31 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak Indonesia/KOMPAS.com

23 Juli 2020 menjadi hari teristimewa bagi kalangan anak-anak di negeri ini, karena kita merayakan hari anak nasional (HAN).

Bicara HAN sesungguhnya bukan hanya menyoal pemenuhan hak-hak anak. Tapi menjadi ruang refleksi bahkan komptemplasi, apa yang telah, sedang dan akan kita lakukan buat anak-anak kita?

Merujuk Keputusan Presiden 36/1990 Tentang Pengesahan Convenion on The Rights of The Child (Konvensi Tentang Hak Anak), hak-hak anak meliputi hak untuk mendapatkan identitas, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapatkan makanan, hak untuk mendapatkan akses kesehatan, hak untuk bermain, berekspresi, hak untuk mendapatkan kesamaan, dan hak untuk berperan dalam pembangunan.

Kita mahfum, rasanya tak ada orangtua atau keluarga yang tidak ingin memenuhi hak-hak buah hatinya. Namun, angka-angka statistik kemiskinan masih menyergap harapan kita untuk membawa anak-anak kita bisa bersenyum lebar, percaya diri, riang dan punya karakter.

Angka Murung

Deretan kemiskinan menjelma di kota maupun desa. Anak-anak karung acap kita jumpai di ruas jalan protokol, anak penjaja mimpi dapat kita temukan di warung-warung remang-remang di wilayah pheri-peri, di pinggiran rel kereta, atau di rumah-rumah kardus yang menyelinap di moleknya lelampu taman.

Di bantaran sungai juga di bawah jembatan konvensional pun flyover mereka coba memberi makna atas jalan nasibnya.

Sementara di ufuk desa, anak-anak keluarga miskin pun harus tegar memerankan dirinya sebagai tulang punggung keluarga, karena orangtuanya telah tiada dan atau akibat keturunan dari kakek-neneknya hingga ayah-ibunya memang bermuasalh dari keluarga melarat (miskin).

Seluruh orangtua di dunia selalu bermimpi, anak-anaknya berkecukupan, berpendidikan, bekerja mapan bahkan mampu melampaui profesi orangtuanya. Intinya, anak harus lebih baik kehidupannya ketimbang ayah-ibunya.

Problematik anak-anak tak cuma milik anak-anak miskin, anak-anak kaya pun nampaknya juga menghadapi permasalahan yang tak kalah pelik, meskipun substansinya lain. Jika secara ekonomi kelompok orang berduit ini tak ada kendala dalam menghela hidup anak-anaknya.

Yang menjadi krusial yakni ketika anak-anak berlatarbelakang "kurang mampu," ini orangtua atau keluarganya belum berkemampuan memberikan perhatian secara utuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun