Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mencegah Pungli Recehan

7 Juli 2020   14:45 Diperbarui: 7 Juli 2020   16:11 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sasaran pungli pun sudah bergeser, dulu pungli hanya diterapkan pada orang kaya atau pengusaha, tapi kini pungli ini merambah pada masyarakat kecil : pengguna parkir, pedagang, pengguna jalan,  masyarakat yang melepas penat di taman kota dan lokasi hiburan dan obyek wisata lainnya.

Tak jarang, satu pedagang kecil di pasar tradisional dalam sehari harus membayar retibusi dobel : karcis (retribusi) resmi dan tak resmi dan keadaan itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Ini menjadi hegemoni masyarakat. Di sini, Pemda tidak tahu atau sudah lelah menertibkan pemalak ini ataukah kehabisan cara melumpuhkan mereka.

Maraknya parktik pungli (recehan), bisa kita cermati, yaitu akibat dari mereka tak punya lapangan pekerjaan tetap dan mereka bermental instan : pengin enak, dapat uang cepat dan terpenting bisa makan hari ini. Pada umumnya, mereka low skill dan kecakapan lainnya.

E-Parkir

Sikap cuek, tak acuh masyarakat atas lingkungan juga dapat menjadi penyokong suburnya pungli. Jadi masyarakat lebih memilih membayar ketimbang tidak aman dan jenuh menunggu petugas datang terlambat. Kemudian, kekurang ketegasan yang berwenang di lapangan.

Beberapa hal dapat ditempuh dalam upaya mengurangi pungli. Pertama, masyarakat sebagai pengontrol. Masyarakat sebagai mesin pengawas atas segala praktik pungli di level manapun secara sukarela. Di sini masyarakat kita edukasi berani lapor kepada petugas.

Pada titik ini memang pelapor sangat rentan atas ancaman dan tekanan para aktor pungli dan kawan-kawan. Atau kita bangun komunitas anti pungli, misalnya, saya pedagang anti pungli (S-PAP), saya PKL anti pungli (S-PKLAP), saya masyarakat anti pungli (S-MAP), saya sopir truk anti pungli (S-STAP), dll. Di sini elit harus menjadi role model atas pemberantasan korupsi, gratifikasi dan pungli.

 Penting juga membuka kanal-kanal aduan masyarakat di media sosial dan harus ada respon cepat petugas. Karena inilah sesungguhnya saripati pelayanan masyarakat : cepat, mudah dan murah. Mungkin, e-parkir dan pembiayaan non tunai lainnya butuh dilatihkan kepada masyarakat. Kedua, para aktor pungli ini kita siapkan diklat usaha ekonomi produktif dan harapannya muncul start up wirausaha sesuai dengan ketrampilan dan kecakapan mereka.

 Ketiga, pada setiap ruas atau titik parkir, maka perlu menempatkan atau memperbanyak personil Satpol PP dan atau aparat penegak hukum lain untuk mengontrol jalannya parkir. 

Karena, dengan keberadaan aparat di tengah keramaian dan titik-tirik rentan pungli, masyarakat akan lebih tenang, nyaman dan seolah ada jaminan hidup hari ini. Selain pungli berkurang, sedikitnya pemerasan atau pemalakan pun dipastikan surut.

Keempat, jika ditemukan praktik pungli, aparat pemda atau Satpol PP langsung mengambil alih area parkir tersebut dan menggelandang para penarik pungli dengan sangsi tegas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun