Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Korupsi, Bencana, dan Anekdot

15 Juni 2020   09:45 Diperbarui: 15 Juni 2020   10:01 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun lalu pernah ditanya siswa SMK soal mengapa koruptor tak dihukum mati. Jokowi menyebut bahwa jika korupsi bencana alam, koruptor bisa dihukum mati.

Di tengah kusamnya virus corona, ada alarm khusus dari Ketua KPK, Firli Bahuri, yang mengatakan pelaku korupsi saat bencana bisa diancam hukuman mati. Hal ini bagian amanah UU No 19 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hukuman mati untuk korupsi bencana alam, yakni dalam Pasal 2.

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Keadaan tertentu yang dimaksud sebagaimana ditulis dalam bagian penjelasannya ialah: Pasal 2 ayat (2) Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Ingatan terdekat kita membawa kasus korupsi Jiwasraya, Asabri, kasus suap PAW yang melibatkan Harun Masiku, korupsi suap kasus Syaiful Jamil dengan tersangka Rohadi (PNS Pengadilan Jakarta Utara) maupun kasus suap dan gratifikasi di Mahkamah Agung dengan pelaku Nurhadi (Eks sekretaris MA) yang terhenti pelariannya di musim pandemi corona.

Apa yang dilontarkan elit KPK di atas bakal bisa membuat praktik korupsi di negeri ini meredup, sekurangnya ketika virus corona menerjang binasa siapa saja. Wait and see. KPK Terima Laporan Gratifikasi Rp1,8 M di Masa Pandemi Corona (cnnindonesia, 19/4/2020). 

Rupa-rupa gaya korupsi dibalut serapih-rapihnya dan seolah-olah aktor korupsi tak ada celah salah dan anehnya masyarakat menilai dan melihat selama ini perilakunya baik, saleh dan nyolong pethek (tak disangka-sangka).

Karena selama ini para koruptor itu tak sedikit yang membantu kesulitan warga, memberi donasi pembangunan desa, rumah ibadah maupun keperluan umum lainnya bahkan sanggup menjadi donatur tetap pada beberapa panti asuhan, rumah sosial, perayaan hari besar agama dengan menghadirkan ulama kondang pula, dll.

Pendeknya, tak sedikit praktik-praktik korupsi menyimpan kisah-kisah Zoro, Robinhood bahkan Don Kisot di dalam isi kepala rakyat.

Pada musim corona ini, meskipun regulasi tak cukup menyantuni pelaku korupsi untuk kembali pada jalan suci seperti janji illahi, tapi sekurangnya masa corona menjadi momentum semuanya untuk mewujudkan zero korupsi dengan menyelamatkan rakyat bukan mengambil uang rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun