Mohon tunggu...
Tendra
Tendra Mohon Tunggu... Jurnalis - Penggiat Jurnalisme di Jakarta

Akun milik Tendra di Kompasiana yang juga berkontribusi sajikan tulisan menarik pada beberapa blog, diantaranya ProDaring, semoga konten yang dibagikan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Khawatir Nasib Petani DPRD Jabar Gagas Perda

26 Oktober 2017   20:42 Diperbarui: 27 Oktober 2017   07:51 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bandung (Kompasiana, 26/10/2017) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah menggagas Peraturan Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pembentukan Perda ini penting dilakukan mengingat implementasi UU Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Jabar belum optimal, dan terutamanya akibat petani dan lahan pertanian kian tergerus setiap tahunnya.

"Lahirnya UU Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dilandasi semangat dan kesadaran bahwa selama ini petani sebagai pelaku pembangunan pertanian belum memperoleh perlindungan yang semestinya," tutur Ketua Badan Pembentukkan Peraturan Daerah (BP Perda) Periode 2014-2019, KH. Habib Syarif kepada wartawan di DPRD Jawa Barat, kemarin malam.

Petani Beralih Profesi

Seiring berjalannya waktu. Perkembangan penerapan Undang-Undang No.19 Tahun 2013 ini tidak lagi optimal atau kurang mendapatkan perhatian secara penuh dan serius di Jawa Barat. Hal tersebut ditunjukkan dengan belum adanya upaya untuk menurunkan amanat dari UU No.19/2013 ini ke dalam Peraturan Daerah atau Perda.

"Padahal, saat ini ada sekitar 3 juta lebih keluarga petani di Jawa Barat yang setiap tahunnya terus berkurang, karena beralih profesi," jelasnya.

Data sensus pertanian di 2013 pun terang Habib, menunjukkan jumlah keluarga petani di Jabar terus berkurang dengan laju penurunan kuantitas mencapai 1 juta keluarga petani selama 10 tahun, atau kurang lebih setara dengan seratus ribu keluarga petani pertahun berhenti menjadi petani beralih profesi ataupun tidak mengalami regenerasi lagi.

"Dari data ini, menunjukkan bahwa Jabar sedang menuju masa dimana tidak lagi cukup petani untuk memproduksi pangan secara mandiri," terangnya.

Data BPS pun menunjukkan bahwa nilai tukar petani Jabar mengalami trend penurunan pada beberapa tahun terakhir. Artinya, bahwa tidak ada lagi jaminan untuk bisa menjadi lebih sejahtera bagi para petani, karena bahkan untuk membiayai hidupnya dari hasil pertanian para petani tidak mampu mencukupinya.

"Hal inilah yang menjadi jawaban atas fenomena berkurangnya secara drastis jumlah petani di Jawa Barat," katanya.

Selain itu, jelas Habib, ada sekitar jutaan petani yang bergantung pada lahan kurang dari 1.000 meter persegi atau yang dikenal dengan petani gurem, yang merupakan mayoritas kelas petani di Jabar, nasibnya pun tidak lebih baik.

"Para pekerja sektor pertanian ini rerata diupah harian hanya Rp 49.000 dengan masa kerja hanya beberapa bulan saja dalam setahun, yaitu pada saat menanam dan memanen," jelasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun