Mohon tunggu...
Sabda13
Sabda13 Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Tertutup | Mahasiswa

Tulisan yang dibuat bukanlah kebenaran mutlak. Hanya berupa sudut pandang penulis yang masih belajar. Oleh karena itu sangat terbuka pada diskusi terhadap kesalahan yang dibuat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menjual "Hijrah Perjuangan" Pemuda Indonesia

13 Oktober 2019   17:43 Diperbarui: 18 Oktober 2019   21:04 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi fenomena hijrah (Kompas/TOTO SIHONO)

Tidak saja melalui tulisan, mereka juga berani menyentuh elit-elit politik negeri dan menghadiri pertemuan Pan-Arabisme pada 6 September 1944.

(Foto: Setyo Adhi V.)
(Foto: Setyo Adhi V.)
K.H Agus Salim juga memberikan catatan hijrah politik Bangsa Indonesia. Beliau turut berjuang dalam berdiplomasi dengan negara lain untuk mengakui negara Indonesia. Dengan kelihaiannya dalam berbicara, Salim membantu pelajar Indonesia di Mesir agar dari pihak pemerintah mau mendukung Indonesia. 

Tanggal 10 Juni 1947 akhirnya kedua negara secara resmi bekerjasama sekaligus pertanda pengakuan de jure pertama bagi kemerdekaan Indonesia.

Sebagai diplomat yang sangat bersahaja bagi Indonesia, K. H Agus Salim mempunyai keteladanan dan keikhlasan dalam memperjuangkan nilai hijrah Bangsa Indonesia. Willem Schermerhorn, ketua delegasi Belanda dalam perundingan Lingarjati membuat penilaian terhadap Salim. 

Willem mencatat diplomat Indonesia tersebut sebagai sosok negosiator yang tangguh, pandai bicara dan berdebat. 

Hanya satu kelemahannya, selama hidupnya miskin. K. H Agus Salim lebih memilih hidup sederhana dan meninggal juga dalam keadaan sederhana. Tidak menilai apa yang sudah ia lakukan harus dibayar dengan materi.

Kembali ke masa sekarang. Jika dilteliti lagi, fenomena hijrah bukan lagi bermakna perubahan mental dan karakter seperti pahlawan perjuangan Indonesia atau muslim di masa Soeharto. 

Bahkan untuk meneladani Rasulullah dalam hijrahnya seperti tak terlihat lagi. Hijrah yang dimaknai lebih kepada perubahan penampilan, namun minim nilai. Seseorang berfikir hijrah itu berkerudung besar, namun tak dibarengi dengan kebesaran hati. 

Gencar mengeluarkan sedekah, hanya saja tujuannya agar hidup kaya. Berdakwah ke sana-sini tapi tak mau membaca buku agama. Asal berbicara apa yang ia dapat dari media sosial.

Hijrah sudah menjadi gerakan yang disponsori industri. Bukan rahasia lagi kalau industri mengakomodasi apapun yang bisa diperjualbelikan, termasuk dalam hal ketaatan beragama. 

Industri ekonomi sangat lihai dalam melihat karakter hijrah Indonesia saat ini. Sehingga mereka mengkooptasi ketaatan beragama masyarakat untuk kepentingan komesial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun