Mohon tunggu...
Temannya Mardi
Temannya Mardi Mohon Tunggu... Koki - Temannya Mardi

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Tengkleng Kambing Kuah Segar "Bhenjoyo"

20 September 2019   14:36 Diperbarui: 20 September 2019   14:44 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliner. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Rembolle

Kambing (masakan), di kalangan masyarakat tertentu adalah menu syukuran atau perayaan.

Contoh saja perayaan hari kurban, tasyakuran aqiqah, sunatan. Hampir semua core-nya adalah kambing. Juga, tidak jarang kita jumpai, ketika ada teman/kolega yang mendapatkan peruntungan, atau jenis rejeki yang lain, mereka mensyukuri atau merayakannya dengan cara mentraktir sate.. sate kambing tentunya. Pada tataran itu, Kambing adalah cara bersyukur sekaligus merayakan.

Saya tidak sedang berbagi perkara kenapa kambing menjadi menu perayaan. Setidaknya tidak di kesempatan ini. Saya hanya hendak berbagi pengalaman makan makanan berbahan kambing. Khususnya, Tengkleng.

Sampai dengan lulus kuliah, saya tahunya tengkleng itu ya tengkleng a la Jogja. Tulang-tulang yang masih ditempeli daging, meski sedikit, kemudian dimasak yang entah dengan racikan bumbu apa, sehingga menjadi begitu nikmat diklamuti dan dibrakoti. Apa lagi di bagian tulang yang ada sumsumnya, disruput sluurrrppp, nikmat mana lagi yang sanggup engkau dustakan, wahai pemuja kolesterol.

Tapi.. 

Kenikmatan yang seperti itu seketika menjadi sangat berjarak, seiring dengan datangnya surat keputusan itu, saya harus meninggalkan Jogja beserta kenangannya. Krik.. Krik.. Krik.. Krik.. Krik.. Krik..

Oke, oke. Kenangan-kenangan itu saya bawa serta. Krik.. Krik.. Krik.. Krik.. Krik.. Krik..

Ho'oh, sampai sekarang masih saya bawa.. bangsaaattt..

Solo.

Adalah Jogja kedua saya. Kota yang mengenalkan saya kepada tengkleng yang benar-benar berbeda dengan yang ada di Jogja.

Tengkleng Jogja. Kuahnya kental coklat kehitaman. Mungkin berbahan santan, as you know, dia adalah kolesterol. Yah, meski herbal. Tapi itu kolesterol.

Kenikmatan tengkleng Jogja bakal membuatmu kalap dan membabi-buta untuk segera menandaskannya. Dia akan sempurna dengan seporsi sate plus nasi. Nasi jangan terlalu banyak. Urutannya, habiskan dulu sate dan nasinya, baru kemudian sempurnakan dengan kegiatan mbrakot dan nglamuti balungan tengkleng. Laziisss.. 

Tapi, sebagai ahli waris high blood pressure, perasaan dosa setelah menyantapnya itu nyata. Merasa dzalim pada tubuh sendiri.. dan was-was setelahnya. Wes jan..

Waktu awal-awal di Solo, dengan modal chauvinisme yang agung, apa-apa yang tidak seperti yang ada Jogja adalah cacat peradaban. Pun waktu pertama kali menghadapi seporsi tengkleng a la mereka. Tengkleng kok berkuah bening encer kekuningan. Saya curiga itu adalah soto. Soto balungan kambing. Atau entah apa namanya, tapi jangan beri dia nama, tengkleng.

Ah, ternyata semangat kesukuan itu tidak berlangsung lama. Lidah saya menyerah tanpa syarat. Berangsur saya mengakui bahwa rasa yang adiluhung tidak bisa didominasi oleh satu daerah saja. Karena, brambang yang bagus itu dari Brebes, beras yang enak dari Delanggu, rempah pala dari Maluku, merica halus dari warung buk Las. Lalu kenapa saya harus mengingkari itu semua.. kenapa.. kenapa Lastri.... kenapaaaaaaa..??? Nani saja adalah nama laki-laki di Portugal sana. Lalu kenapa tengkleng harus sama seperti yang ada di Jogja.

Tengkleng Solo telah membuka cakrawala saya. Meski berbahan sama, yaitu tulang-tulang kambing, Tengkleng tidak harus berkuah coklat kental dengan cita rasa manis legit dan pedas merica. Tengkleng bisa berkuah bening kekuningan bercita rasa gurih asin. Dicampur dengan ulegan cabe rawit merah, dan beri perasan jeruk nipis agar lemaknya terasa lebih ringan. Kuahnya bakal kian menyegarkan. Asli, nagih dan konkrit..

Setelah kembali menetap di Jogja, kadang tengkleng Solo menyelinap dalam ingatan dan menekan tombol rindu. Ah, entahlah.. saya memang mudah kangen dek.. eh..???

Tapi, jangan khawatir, di Jogja ada warung tengkleng yang menawarkan masakan tengkleng a la Solo. Bagi yang belum pernah, silakan mampir di tengkleng Bhenjoyo, di Jokteng Wetan. Lampu merah Jokteng Wetan ke selatan barang 200 meter, timur jalan. Untuk yang merindui Solo, bolehlah rindunya direda disana.

Warungnya selalu ramai, datanglah lebih awal atau kamu akan kehabisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun