Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Anak Kabut Part 2 (Ulasan Buku Soni Farid Maulana)

13 Desember 2018   21:10 Diperbarui: 14 Desember 2018   05:32 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara hujan semakin malam tenyata makin menderas setelah reda beberapa saat. Ciri khas Bulan Desember, hujan penuh semangat. Tetesan hujan yang menimpa atap kamarku memberikan melodi unik yang tak akan pernah bisa ditemukan formulanya hingga bisa diulang berkali-kali kecuali dengan merekamnya. Tetapi tetap saja sensasi irama hujan akan jauh berbeda. 

Udara segar semakin semakin segar karena pintu dan jendela tetap dibiarkan terbuka. Buku Anak Kabut masih kubuka di halaman delapan. Judul puisinya ANAK KABUT.

Masih belum bisa kumengerti jalan cerita puisi ini. Hanya bagian yang paling menarik menurutku terdapat satu kalimat tulisan Chairil Anwar yang diambil dari salah satu sajaknya tercatat di footnote  nomor satu.

'Seperti kata Chairil - kita anjing yang di buru?'
Kalimat itu diambil persis apa yang ditulis  sang penyair besar Chairil, kenapa?

Soni Farid Maulana sengaja menuliskan kata di buru dengan huruf (di) dipisahkan. Jaman Chairil masih ada, bisa jadi antara di sebagai kata depan atau di sebagai awalan penulisannya tak terlalu diperhatikan. Bisa jadi memang benar disengaja agar terasa ada penekanan kata.

Sementara masih di puisi yang sama di baris ke limabelas kata diburu ditulis dengan disambung. Menarik bukan? Meski yang lain kata-katanya masih samar bagiku setidaknya menjadi sebuah inspirasi.

Kembali pada ulasan puisi 'Mabini' rasa penasaran belum habis. Aku membaca latar belakang SFM (singkatan nama Soni) di wikipedia.com

Eureka!
Ternyata dugaanku tak salah. Serasa menjadi seorang forecast handal perkiraanku tentang puisi Mabini dan latar belakangnya sangat tepat. Berikut copy paste dari Wikipedia:

"Sebagai penyair, Soni berkali-kali diundang oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) untuk membacakan sejumlah puisi yang ditulisnya di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta antara lain dalam forum Puisi Indonesia 1987, dan Cakrawala Sastra Indonesia 2005. Pada tahun 1990 mengikuti South East Asian Writers Conference di Queezon City, Filipina. Pada 1999 mengikuti Festival de Winternachten di Den Haag, Belanda. "

Tahun 1990 SFM memang sedang berada di Filipina! Dan merasa asing di negeri yang sama-sama berada di kawasan Asia hampir tiada beda dengan Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Soni tidak mengungkapkannya kekagumannya pada Negeri Filipina berbeda sekali dengan tanggapannya tentang Negara Belanda dan Paris. 

Membandingkan negeri bersalju dengan Indonesia pada halaman 27. Sangat jauh berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun