Mohon tunggu...
Teguh Yuswanto
Teguh Yuswanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Suka belajar hal baru

jurnalis dan penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Tujuh Tahun (2)

19 Februari 2019   18:33 Diperbarui: 19 Februari 2019   18:38 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit kota Pontianak pada siang itu   mendung. Matahari tak terlihat cahayanya sejak pagi hari.  Tapi hal itu tidak membuat hatiku terbawa mendung. Aku tetap gembira dan merasa cerah. Hari itu bisa dikatakan hari yang paling  bersejarah dalam hidupku.

Kebahagiaan yang aku rasakan sulit digambarkan.  Seperti merasa lebaran, tapi bukan di hari lebaran. Karena hanya aku yang merasakan.   Ya, hari itu aku resmi menyandang gelar sarjana. 

Memang sedikit terbata-bata saat menjawab pertanyaan para dosen penguji, yang penting pada akhirnya saya lulus sarjana dengan predikat Sangat Memuaskan. 

Perjuangan selama tujuh tahun rasanya tidak sia-sia. Intinya selesai. Beban yang selama ini bertengger di atas kepala mendadak hilang. Tapi aku tidak langsung pulang kampung. Menunggu acara wisuda yang akan dilakukan pada tiga bulan mendatang.

Aku jadi teringat candaan teman-teman kuliah. Mereka memberi julukan aku sebagai anggota 'Mapala'. Pada saat itu  aku sedikit tersinggung. Padahal tujuan teman-teman untuk memberi semangat agar aku cepat menyelesaikan tugas akhir skripsi. Mapala yang teman-teman maksud bukan Mahasiswa Pacinta Alam. Tapi Mahasiswa Paling Lama.

Tapi candaan itu terasa manis setelah lulus ujian skripsi. Malah aku sanggup mengolok-olok diri sendiri dengan menyebut bergelar PhD. PhD bukan Doctor of Philoshopy atau lulus jenjang strata tiga atau S3. Tapi singkatan dari  Pas hampir DO (Drop Out). Mahasiswa yang lulus sarjana setelah menempuh kuliah tujuh tahun semua mendapat predikat PhD.  

Ya apapun  sebutannya, tidak mengurangi bahagiaku hari ini. Dan rasa gembiraku makin berlipat manakala teman-teman berdatangan ke tempat kos untuk sekadar mengucapkan selamat. Sayangnya, kegembiraan yang begitu besar tidak bisa langsung ditularkan kepada  orangtua di kampung.

Tahun 90-an, komunikasi tidak seperti sekarang.  Harus pergi ke wartel untuk melakukan interlokal. Telepone sambungan jarak jauh. Dan biayanya pun tidak kecil. Tapi namanya orangtua tentu sudah bisa merasakan. Dan aku sangat percaya itu. Jika anaknya bahagia pasti orangtua merasakan lebih bahagia. 

Selama  satu bulan berselang, perasaan gembira telah berhasil meraih gelar sarjana masih saja terasa. Padahal tantangan ke depan jauh lebih berat. Begitu lulus artinya harus siap mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat. Entah terjun sebagai pengusaha atau pekerja.

Tapi aku tidak mau buru-buru beranjak dari kegembiraan ini. Tak mau terburu-buru. Masih ada momen penting lain yang harus ditunggu. Tiga bulan dari kelulusan, akan mengikuti wisuda. 

Selama menunggu acara wisuda, aku melakukan perbaikan skripsi dan mencetak beberapa eksemplar untuk diserahkan ke perpustakaan fakultas dan perpustakaan universitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun