Hampir saja  Makmur jadi sasaran amuk massa. Tiba-tiba saja sekelompok orang berjumlah 12,  datang langsung menyeret Makmur yang sedang tertidur di teras masjid. Makmur tak tahu apa yang sedang terjadi. Makmur tak berusaha melawan sedikitpun ketika dirinya ditarik, dan ditendang.Â
Begitu ditarik tangannya baru sadar. Dirinya sedang menghadapi masalah serius. Sekelompok massa yang salah sangka. Dan itu tak bisa dijelaskan. Makmur hanya diam saja.
 Makmur bukan warga di kampung itu. Itu sebabnya, dia yang langsung jadi sasaran. Kebetulan, di kampung itu baru saja terjadi pencurian.  Pencurinya saat dikejar lari ke arah masjid. Begitu si pengejar sampai ke masjid, yang ditemui Makmur yang sedang tiudran di sana.Â
Secara kebetulan, Â mempunyai baju sama. Untunglah seorang ustad datang menyelamatkan dirinya. Meminta warga untuk tenang tidak main hakim sendiri.
"Woi... jangan main hakim sendiri... bawa ke pihak berwajib. Tanyakan baik-baik. Apa benar dia yang telah mencuri? " seru seorang ustad.
Untunglah peringatan ustad didengar  massa yang sudah tak sabar, langsung mengalihkan kemarahannya dengan menendang memukul tiang listrik.  Makmur lalu digelandang ke kantor RW setempat. Makmur yang masih setengah ngantuk diinterogasi  warga masyarakat.
"Kamu pencuri Ya? Kamu untung tidak dibakar. Kalau di Jakarta kamu sudah dibakar?" Â kata salah seorang warga.
"Jangan berani-berani bikin ulah di sini. Kampung di sini aman. Tahu-tahu ada kehilangan. Kamu yang telah mencuri ya?" sambung yang lain.
"Ayok ngomong jangan diam saja," seru yang lain.
Makmur  menarik nafas panjang menenangkan dirinya. Menurut Makmur, kalau dirinya tenang, maka orang -- orang yang menginterogasi dirinya pun akan tenang.
"Maaf Bapak - bapak sekalian, saya bukan pencuri, Â dan saya tidak mencuri seperti yang bapak bapak tuduhkan kepada saya. Saya bersumpah demi Allah saya tidak mencuri," kata Makmur dengan suara bergetar.