Sesungguhnya bukan hanya Sarmin yang ngebet jadi tentara tapi hanya diterima sebagai pembantu tentara. Ada juga yang ahli memasak. Karena militer memerlukan seoarnag juru masak, maka akan lebih tepat jika dia ditempatkan di bagian dapur.
Memasak untuk satu orang siapa saja tentu bsia. Tapi ketika memasak untuk seluruh pasukan, harus menggunakan perhitungan yang matang dan tepat. Di situlah letak ilmu pengetahuan bicara. Begitu juga Sarmin. Â Ketika harus mencuci seragam militer yang berjumlah ratusan, Â tentu dibutuhakn ilmu pengetahuan. Kapan saatnya mencuci dan menyetrika. Dan Sarmin sudah sangat piawai dalam soal itu.
Suatu hari Sarmin menghilang. Tak tentu rimbanya. Komandan kelabakan. Seragam sudah menumpuk harus segera dicuci. Komandan lalu memerintahkan salah seorang inteljen untuk melacak keberadaan Sarmin.  Ternyata Sarmin sedang berada di rumah. Dia terlihat sedang sedih. Lalu  beberapa pasukan yang ditugaskan melacak Sarmin segera bertanya kepada Sarmin.  Â
"Selamat siang Sarmin," sapa salah seorang prajurit kepada Sarmin.
"Selamat siang," jawab Sarmin sambil memberi hormat ala militer.
"Saya mendapat perintah dari komandan untuk  mencari Sarmin. Dan setelah ketemu diminta untuk menghadap komandan. Kenapa beberapa hari ini menghilang?" tanya salah seorang prajurit.
"Siap mengaku salah. Dan saya siap menghadap komandan," jawab Sarmin tak kalah tegasnya. Â Â
Lalu Sarmin digiring ke markas guna menghadap kepada komandan. Sarmin dipersilakan masuk oleh prajurit yang menjemputnya. Diberikan waktu menghadap komandan sendirian.
"Apa kabar Sarmin," tanya komandan.
"Siap. Baik komandan," jawab Sarmin dalam sikap sempurna.
"Apakah keluarga juga dalam kondisi baik?" tanya komandan penuh empati. Â