Mohon tunggu...
Abdul Rahman
Abdul Rahman Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan penulis

Kenikmatan yang diberikan Allah juga ujian.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Keluarga Soemijat (3)

20 Juli 2019   02:29 Diperbarui: 20 Juli 2019   02:36 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ringkasan cerita episode sebelumnya, Soemijat sempat mati suri lalu oleh kakeknya disembuhkan dengan cara disuwuk. Soemijta mendapatkan hadiah berupa sebilah keris bernama Sabuk Inten. 

  • Menjemur Tempe Goreng 

Mendidik anak dengan IQ yang besar memang tidak semudah mendidik anak dengan IQ yang sedang-sedang saja. Soemijat termasuk yang memiliki IQ besar. Bukan tidak mungkin nilainya melebihi 150. Terbukti setelah dewasa, Soemijat menguasai beberapa keterampilan dan kemampuan bahasa asing.  Selain itu, Soemijat tumbuh dalam situasi dunia yang sedang tidak baik-baik saja.

Setidaknya Soemijat menguasai bahasa Jawa dari tingkat bahasa Jawa kasar hingga kromo inggil. Juga menguasai Bahasa Belanda, Bahasa Jepang dengan huruf kanjinya baik yang hiragana maupun katakana. Selain itu Soemijat juga menguasai bahasa Sunda  yang halus. Sekaligus Bahasa sunda pedalangan.  

Soemijat bisa mendalang, menari,  berpidato dan pencak silat. Serta menguasai ilmu kebatinan.  Dan tanda-tanda bakal menjadi orang yang cerdas, kritis  dan bijaksana  terlihat sejak usia 4 tahun.

Kandra sudah mulai membiasakan Soemijat untuk mengenal agama dan mengerjakan salat.  Akan tetapi selalu saja, ada alasan yang dilontarkan Soemijat. Saat Soemijat usia 4 tahun bahkan sudah mulai mengenal tembakau. Soemijat sudah merokok dengan cara melinting sendiri tembakau dengan daun jagung.

Setiap kali diingatkan untuk salat, Soemijat selalu beralasan. Mungkin karena kesal, Kandra sempat mengancam Soemijat, jika tidak salat akan jadi intipnya neraka. 

"Awas kalau gak mau salat nanti jadi intipnya neraka," ancam Kandra pada Soemijat yang masih asik bermain.

"Biarin jadi intip neraka, ke sana tinggal membawa kelapanya," jawab Soemijat sekenanya. Di Banjaranyar,  makanan intip nasi dengan kelapa sudah nikmat. Maklum masih zaman penjajahan.

Mendengar jawaban anaknya yang masih anak-anak, Kandra hanya tersenyum. Kandra tak pernah memaksakan dalam mendidik agama kepada Soemijat. Kandra terkenal lembut. Jangankan kepada anak-anaknya, kepada penjahat sekalipun tak pernah bertindak kasar.

Pernah pada satu malam, Soemijat tidur ditemani Kandra. Kamar itu gelap. Ada cahaya bulan masuk melalui celah-celah dinding yang terbuat dari bambu. Karena banyak yang bolong, dari  lobang itu bisa melihat dengan jelas keluar. Karena di luar lebih terang dibandingkan di dalam. Sebaliknya, dari luar tidak bisa melihat ke dalam.

Soemijat mendengar obrolan dua orang dari balik dinding kamarnya. Sepertinya dua orang itu hendak mencuri. Mereka berencana masuk menunggu semua penghuninya tertidur.

 Mendengar ada obrolan bisik-bisik,  Soemijat lalu membangunkan ayahnya, lalu mengatakan bahwa di luar ada orang yang sepertinya hendak berbuat jahat.  Kandra menanggapi dengan santai. Tidak lantas keluar sambil membawa parang untuk memerangi mereka.   Yang dilakukan Kandra justru unik. Melalui celah dinding bambu yang bolong, Kandra mengirimkan kentutnya.

Di luar pada ribut sendiri.

"Orangnya belum tidur," kata salah seorang pencuri kepada temannya.

"Tahu dari mana?" tanya teman pencuri.

"Pas saya mengintip hidung saya ikut masuk. Terus seperti ada angin buangan  yang masuk ke hidung saya. Seperti dihantarkan," kata yang satunya lagi.

Saat sedang ribut, dengan berbisik-bisik, Kandra mengeluarkan kentutnya dengan keras. Mereka kaget langsung kabur tak jadi mencuri. Begitulah Kandra. Menghadapi situasi kritis dengan bercanda. 

Kandra memang mendidik Soemijat agar kelak menjadi anak yang pemberani dan bertanggungjawab. Begitu menginjak usia  7 tahun, Soemijat sudah dilibatkan dalam urusan rumah. Apapun kecilnya harus ikut berkontribusi.

 Pernah pada satu hari, Soemijat diperintah ibunya untuk membeli tempe goreng. Pesan ibunya supaya membeli tempe yang masih hangat. Bila perlu yang baru mengangkat dari penggorengan.

Dan tempe itu nantinya untuk lauk ayahnya makan. Tapi tunggu punya tunggu, Soemijat tidak kunjung kembali. Karena khawatir, ibunya menyuruh Soedarno, adik Soemijat untuk menyusulnya. Lalu Soedarno langsung menyusul Soemijat menuju ke tempat penjual tempe langganan. 

Menurut si penjual tempe Soemijat sudah pulang sejak tadi. Terang aja Soedarno bingung. Di rumah belum tiba, tapi di tukang penjual tempe juga tidak ada.  Soedarno tidak mau pulang sebelum bertemu kakaknya. Soedarno lalu mencari Soemijat.  Setelah cukup lama berkeliling -- keliling mencari Soemijat pada akhirnya bertemu juga.

 Soedarno mendapatkan Soemijat sedang duduk di atas batu. Sementara di depan batu ada tempe yang sedang dijemur di terik matahari.   Rupanya, Soemijat ingat pesan ibunya supaya membeli tempe yang masih hangat. Karena tempenya sudah dingin, maka dijemur lebih dulu biar panas. Kemudian Soedarno mengajak pulang. Lalu mereka pulang setelah membungkus kembali tempe yang dijemur.

Soemijat bisa dibilang terbiasa menggunakan logika. Karena selalu berpikir di luar kotak, ada saja yang masuk dalam pemikirannya. Setiap bulan Ramadan tiba, teman-teman sebayanya selalu membeli petasan. Lalu dinyalakan setelah salat Maghrib dan berbuka puasa.

Soemijat yang masih anak-anak sudah bisa berpikir  bahwa bermain petasan berbahaya. Jika meletus kena tangan atau kena badan bisa sakit. Lalu dicarilah mainan yang menghasilkan efek bunyi seperti petasan. Soemijat kemudian mencari seng yang dihamparkan. Lalu dengan pemukul  dari kayu, seng itu dipukul sekuat-kuatnya. Suaranya seperti petasan tapi tidak berbahaya.

Dan bisa membunyikan kapan saja. Tanpa harus membeli petasan yang jelas-jelas membuang-buang uang. Malah suara seng yang dipukul dengan kayu suaranya lebih nyaring dan keras dibanding suara petasan asli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun