Mohon tunggu...
Teguh Gw
Teguh Gw Mohon Tunggu... Guru - Pernah menjadi guru

Pemerhati pendidikan, tinggal di Semarang, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menanti Reformasi Pendidikan Calon Guru

2 Maret 2019   14:25 Diperbarui: 2 Maret 2019   17:27 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ki Hajar Dewantara (Kompas/Toto S)

Apalagi, ia kenyang dengan pengalaman sebagai praktisi pendidikan guru sebelum menggeluti bidang penelitian di LIPI. Sayangnya, gagasan-gagasan kritis itu tidak mendapat respons memadai dari pusat pengambilan kebijakan. Tiga tahun setelah ia wafat, wacana reformasi pendidikan guru---yang berpuluh tahun gencar dilontarkan dalam berbagai forum dan media---menghampiri perhatian Menteri Pendidikan.

Mimpi Menteri Anies ditangkap oleh koleganya. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) menerbitkan regulasi penyelenggaraan LPTK. Regulasi itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Ristekdikti Nomor 55 Tahun 2017 tentang Standar Pendidikan Guru. Peraturan ini menyebut dua bentuk program pendidikan guru: Program Sarjana Pendidikan dan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). 

Kedua bentuk program tersebut tidak bersifat opsional. Untuk memperoleh sertifikat profesi guru, lulusan Program Sarjana Pendidikan masih harus menyelesaikan Program PPG. 

Dalam hal ini, program pendidikan guru analog dengan program pendidikan dokter. Namun, lulusan Program Sarjana Pendidikan tidak menjadi prasyarat untuk menempuh Program PPG. Sarjana nonkependidikan punya hak dan kesempatan untuk mengikuti Program PPG dan mendapatkan sertifikat profesi guru. Di sini ada perbedaan antara PPG dan pendidikan profesi dokter.

Peraturan tersebut menjabarkan standar pendidikan guru ke dalam delapan standar, sebagaimana yang diberlakukan pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Setiap LPTK, baik penyelenggara Program Sarjana Pendidikan maupun Program PPG, dituntut untuk memenuhi delapan standar yang meliputi (1) standar kompetensi lulusan, (2) standar isi, (3) standar proses, (4) standar penilaian, (5) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (6) standar sarana dan prasarana, (7) standar pengeloaan, dan (8) standar pembiayaan.

Standar kompetensi lulusan (SKL) menjadi muara standardisasi pendidikan guru. SKL merupakan quality assurance keluaran satuan pendidikan. SKL pendidikan guru mendeskripsikan profil guru profesional yang dicita-citakan menitis pada setiap calon guru sebagai produk pendidikan di LPTK. 

Standar isi, standar proses, dan standar penilaian adalah perangkat lunak yang mesti dijalani untuk menghasilkan keluaran sesuai SKL. Standar sarana/prasarana dan standar pembiayaan adalah perangkat keras untuk menjamin bekerjanya standar isi, proses, dan penilaian. Sedangkan standar pengelolaan merupakan manual operasi seluruh komponen.

Di antara ketujuh komponen penopang SKL tersebut, pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) memegang peranan kunci. PTK-lah pengendali isi, proses, penilaian, sarana/prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. 

Di tangan PTK-lah nasib komponen-komponen tersebut ditentukan: berhasil atau gagal beroperasi sesuai standar. Jika keenam komponen tersebut berjalan sesuai dengan standar, dapat dipastikan lulusan yang dihasilkan juga sesuai dengan SKL. Sebaliknya, kegagalan pemenuhan standar pada salah satu atau lebih komponen akan menyumbangkan kegagalan dalam mencapai SKL. Makin banyak komponen yang gagal mencapai standar, makin banyak pula indikator SKL yang gagal terpenuhi.

Bertolak dari peran sentralnya dalam mewujudkan quality assurance calon guru, standardisasi PTK mesti menjadi prioritas dalam reformasi pendidikan guru. Nilai rata-rata hasil UKG yang di bawah standar kiranya cukup memberikan petunjuk bahwa ada persoalan besar menyangkut standar PTK yang terlibat dalam pendidikan guru. 

Selain PTK di kampus LPTK, pendidikan guru juga melibatkan PTK di sekolah laboratorium dan sekolah mitra tempat praktikum mahasiswa calon guru. Kedua-duanya mesti menjadi sasaran standardisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun