Mohon tunggu...
Teguh Ari Prianto
Teguh Ari Prianto Mohon Tunggu... Penulis - -

Kabar Terbaru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Era Politik NU Terbelenggu

31 Januari 2023   10:53 Diperbarui: 7 Februari 2023   12:33 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PBNU dan persiapan resepsi Hari Lahir (Harlah) 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU), Sidoarjo pada 7 Februari 2023. Photo: kompas.com

Sebagaimana kita ketahui dalam pandangan ilmu politik dasar atau istilah lain pengantar ilmu politik, NU seyogiannya mampu melakukan langkah-langkah substansial dalam menjaga dan membangun eksistensi keorganisasiannya terutama sikap politik bagi seluruh warganya setelah berada dalam lingkar pengaruh politik yang besar pemerintahan saat itu.

NU ternyata tidak mendapatkan hasil perubahan ideal itu secara penuh bagi kehidupan organisasi kemasyarakatannya. NU tetaplah menjadi NU seperti sediakala. 

Kehidupan pesantren selalu menjadi ciri khas yang jauh dari hiruk pikuk politik Indonesia, sementara elit partai NU berkecimpung pada sekup-sekup luas pemerintahan.

Kendati NU telah menjadi pemenang ke tiga pemilu 1955, hal itu tidak tersosialisasikan secara menyeluruh kepada akar basis massa NU sendiri. Karakteristik kehidupan warga Nahdiyin (sebutan untuk massa NU), dilatari oleh kehidupan orang-orang kecil terutama di pedesaan.
 
Warga Nahdiyin jarang sekali memperoleh pemahaman luas mengenai politik. Lingkungan pendidikan pesantren NU, jauh dari gagasan-gagasan memahami dunia politik. 

Kurikulum resmi pesantren disusun sebagai kerangka memahamkan lingkup ilmu-ilmu aqidah, ibadah, dan ahlak. Sementara ilmu politik (as-siyasah) sama sekali tidak tersampaikan.

Sistem pendidikan pesantren berpusat kepada pemahaman fiqih. Pendalaman mengenai fiqih diperuntukan bagi terciptanya ulama-ulama atau kyai-kyai baru sebagai pelanjut ahli agama. Porsinya pun demikian, yaitu ilmu fiqih terhitung lebih banyak jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya.

Lebih lanjut, mendalami ilmu-ilmi fiqih ini terbilang berat dan menyita banyak waktu untuk sampai kepada pemahamannya yang mumpuni.

Suatu sumber lain menyatakan, bahwa pendalaman ilmu-ilmi fiqih menjadi tanggung jawab setiap insan (Fardhu ain) sehingga timbul kewajiban bagi para santri atau warga NU secara keseluruhan mendalami ilmu-ilmu fiqih bagi kehidupan. 

Belajar fiqih dapat dikatakan memiliki kesetaraan wajib bagi orang-orang saat belajar theology, Bahasa Arab, tafsir, hadist dan ilmu waris.  

Di luar keilmuan fiqih, sifatnya boleh dijalani sebagian orang saja atau disebut fardlu kifayah. Ilmu politik masuk dalam kategori fardlu kifayah bersama jenis keilmuan lain seperti pertukangan, pertanian, kedokteran, dan lain-lain. Dengan demikian, wajar apabila hanya sedikit saja warga NU memahami lebih luas mengenai politik.

Dalam perjalanan politik NU, setelah mendapat pengaruh langsung keadaan internal secara luas pendidikan kepesantrenan, warga NU terus "menjauh" dari hiruk-pikuk dunia politik.
 
Sampai pada akhirnya, tiba pemilu berikutnya yaitu tahun 1971. Melalui perhelatan pemilu ini, NU kembali meraih sukses besar dengan mengantongi 18,75% suara kemenangan setara dengan raihan 58 kursi DPR. Peningkatan secara signifikan pencaipan politik ditengah-tengah stagnasi kehidupan politik kaum Nahdiyin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun