Tiga hal sederhana di atas muncul dalam keseharian berkaitan dengan aktivitas menulis yang sedang saya jalani. Saya merasakan energi hinggap dan dapatkan sehingga menggerakan saya untuk terus menulis.
Demikianlah adanya tulisan. Respon muncul dari hasil membaca, di luar diri saya, ada tenaga pendorong pihak lain untuk bergerak. Tulisan menopang gerak kerelawan dilingkungan masyarakat.
Sampai akhirnya, spirit kebiasaan menulis merembet pula kepada rekan-rekan guru. Ia meminta khusus saya datang ke rumahnya untuk menyambung cengkrama antar sahabat, Selebihnya, sekedar ingin mendapat motivasi bagaimana agar ia menjadi suka menulis juga.
Akhir pekan minggu ini, saya lewatkan bersama istri membuka pembicaraan mengenai kepenulisan di rumah sahabat sambil menikmati kopi dalam suasana santai.
Ada kesempatan berbagi, membawa nikmat dan juga tenaga luar biasa. Saya tidak bisa lagi menulis seorang diri. Disekitar saya ada pula orang lain yang ingin mendapatkan manfaat yang sama dari adanya kebiasaan menulis.
Saya tidak bisa menasihati untuk urusan menulis kepada orang lain, namun sekedar berbagi tips saja sambil guyon, karena ada diantara mereka yang ingin tahu motivasi saya saat menulis.
Saya kadang sekenanya menjawab saat mendengar kata ingin tahu bagaimana menulis itu. Bukan tahu yang dimaksud agar mengetahui kiat menulis, saya justru teringat dengan makanan yang namanya tahu (makanan berbahan dasar kedelai).
Di lokasi tempat tinggal saya, sering ada pedagang keliling menjual tahu bulat. Menggunakan mobil bak terbuka dengan tutup terpal plastik. Lalu di atas mobil terdapat alat masak berupa wajan, kompor, alat penggorengan, minyak goreng panas juga tempat menyimpan tahu yang sudah di goreng.
Beberapa hal menjadi perhatian utama itu adalah pengeras suara yang selalu mengeluarkan bunyi nyanyian promosi dagangan, //tahu bulat digoreng dadakan... gurih-gurih enyoy...//.
Kalimat promosi tahu bulat itu menginspirasi saya untuk menyampaikan tips menulis yang diminta sahabat saya, dengan jawaban tipsnya, jika kita ingin bisa menulis, jangan kalah sama tukang tahu bulat.
Sahabat saya bertanya balik, memang ada apa dengan pedagang tahu bulat? Saya menjawab, dengan pertanyaan balik, mengapa tahu bulat digoreng dadakan?