Mohon tunggu...
tegarsianipar
tegarsianipar Mohon Tunggu... Freelancer - "Si Vis Pacem, Para Bellum"

Buku, Saham, Musik, Bola dan Imajinasi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Kebahagiaan

29 November 2022   05:00 Diperbarui: 29 November 2022   05:15 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak dahulu kala konsep kebahagiaan pada manusia sebenarnya tidak pernah berubah, baik orang miskin, menengah, atau kaya. Setiap manusia bisa bahagia, garis besar manusia menjadi bahagia adalah kebebasan dan cinta.

Namun di dalam menjalani kehidupan sehari-hari kita sebagai manusia sering terjebak pada definisi bahagia yang semu, bahagia harus punya banyak uanglah, bahagia harus punya ini itu lah, bahagia harus punya kekuasaan atau jabatan lah, dan masih banyak lagi, padahal itu semua merupakan penyesatan pada keinginan.

Sudut pandang dunia menipu kita seolah-olah jika kita punya banyak uang maka kita pasti akan bahagia, padahal uang itu hanya kertas, value nya sebenarnya tidak ada, value nya jadi ada ketika kita menukarkanya pada sesuatu, contoh ketika kita punya uang kita membeli makan di warung nasi bu ani, sebenarnya nilai yang kita dapatkan adalah jasa bu ani yang telah memasak dan menghidangkan makanan itu pada kita bukan pada nilai 50.000 di uang kertas yang kita punya.

Value dan uang kertas itu berbeda, value itu bernilai, berwujud, nyata dan bisa dirasakan. Uang kertas hanya akan menjadi bernilai ketika kita menukarkan uang tersebut ke sebuah bentuk benda atau jasa yang benar terasa dan wujudnya tampak, bukan uang kertas itu bernilai karena angka didalam uang tersebut.

Kembali kepada kebahagiaan sebagai tujuan nyata hidup, menurut saya kebahagiaan hanya akan dicapai oleh kebebasan dan cinta, kebebasan dan cinta itu sendiri bukanlah sesuatu yang abstrak, ia bernilai dan berwujud, bahkan begitu juga saya memahami Tuhan begitu sangat absolut dan otentik rancangan-Nya tentang kebahagiaan.

Ketika seseorang manusia lahir kedunia ini, Tuhan pada dasarnya sudah memberikan kebehagiaan kepada manusia, dalam bentuk kebebasan dan cinta. Ketika manusia tumbuh, manusia dibebaskan oleh Tuhan untuk berhak memilih menyembahnya atau tidak, sekalipun Tuhan yang menciptakan manusia, Tuhan tidak pernah memaksa manusia untuk tunduk dan menyembah kepadanya, sekalipun Tuhan memberikan hukum-hukum dan arahan untuk menyembah dan tunduk padanya. Namun fakta dan nyatanya manusia tetap diberikan Free will, Kebebasan untuk memilih.

Begitu juga dengan cinta, sejak manusia itu lahir ke dunia sesungguhnya Tuhan sudah memberikan cinta, dengan hembusan nafas nya dia menghidupkan kita, dengan cinta Nya ia memberikan kita nutrisi bahkan sejak dalam kandungan lewat ibu kita.

Uang, Tahta, Kehormatan hanyalah beragam kepalsuan dunia yang mengelabui kita manusia, seolah-olah bahwa kebahgiaan adalah tujuan hidup kita, padahal sejak manusia itu lahir kebahagiaan itu sudah ia dapatkan dari pemberian Tuhan, artinya kebahagiaan itu sendiri adalah eksistensial manusia itu sendiri, ontologis sifatnya.

Namun dalam keseharian kita memang tidak dapat kita pungkiri sulit untuk melihat kejernihan ini ditengah pengaburan-pengaburan yang diciptakan oleh keseharian dunia. Namun bukan tidak mungkin juga kita melihatnya ketika kita berpikir.

Terlepas dari apa kepercayaan setiap manusia, saya percaya semuanya mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya.

Demikian artikel ini saya tulis sebagai bentuk renungan bersama, semoga bermanfaat.

Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun