Mohon tunggu...
SYAMSUL BAHRI
SYAMSUL BAHRI Mohon Tunggu... Administrasi - Conservationist

Pensiunan PNS

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Pasar Gelap

9 September 2020   19:20 Diperbarui: 9 September 2020   20:36 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(Calon Tunggal pada Pemilu-KADA serentak ancaman demokrasi)
Oleh Syamsul Bahri, SE

Pemilu Kepala daerah atau Pemilu-KADA serentak merupakan proses penentuan dan pemilihan secara demokratis untuk menentukan Kepala Daerah yang lebih baik baik untuk Gubernur, Bupati maupun Walikota, melalui ketentuan yang telah diatur dalam UU tentang Pilkda serentah beserta perangkat. Namun Pemilu-KADA serentak tahun 2020 memunculkan sesuatu yang menjadi trendy baik melalui Media Televisi, media social dan media cetak, yaitu Pemilu-KADA dengan calon tunggal atau Pemilu-KADA melawan kotak kosong.

Pemilu-KADA dengan Pasangan calon Tunggal yang akan melawan kotak Kosong menjadi isu yang sangat hangat sedang dibahas dan dibicarakan diberbagai media, berdasarkan pemantauan penulis dan dari beberapa reference sampai hari ini terpantau 28 Calon Kepala Daerah maju sebagai calon tunggal untuk tahun 2020 dibanding tahun Pemilu-KADA sebelumnya merupakan grafik yang naik secara significant.

Karena pasangan calon tunggal pada Pemilu-KADA tahun 2015 sebanyak 3 pasang, tahun 2017 naik menjadi sebanyak 9 pasang, tahun 2018 turun menjadi 16 pasang, dan sampai tahun 2020 diperkirakan 28 pasang. Ada sesuatu yang sangat menarik semakin maraknya Pasangan calon tunggal yang melawan kotak kosong yang muncul setiap Pemilu-KADA.

Demokrasi yang diartikan sebagai "kekuasaan rakyat", jika Pasangan Tunggal melawan kotok kosong, maka kekuasaan rakyat akan berubah menjadi "kekuasaan elit". Karena calon Kepala Daerah akan bertarung dengan Kotak Kosong, tentunya memiliki konsekwensi yang sangat istimewa jika bertarung dengan kotak kosong, antara lain memberikan indikasi sebagai berikut;

(1) Pemilu-KADA sudah dianggap tidak demokratis; (2) beraninya dengan kotak kosong; (3) terkesan tidak ada diberikan peluang untuk calon lainnya; (4) Sudah kebelet ingin jadi Kepala Daerah dengan mudah; (5) Ingin jadi Kepala Daerah dengan tanpa saingan;

(6) cenderung menggunakan semua infrastruktur baik yang ada di daerah, termasuk infrastruktur politik dari daerah sampai ke pusat; (7) kurang percaya diri bersaing secara fair competitive dengan calon lain; (8) proses kaderisasi melalui Parpol di daerah sebuah kegagalan;(9) adanya dukungan infrastruktur Politik dalam bentuk UU Pemilu-KADA;

(10) sudah kehilangan rasa malu jika terpilih, hanya nafsu menjadi pemimpin;(11) Proses mencari partai pengusung berdasarkan jumlah kursi di DPRD lebih dilihat bermain di pasar Gelap yang sering disebut "Invisible Hand"; (12) Menghambat dan membunuh hak demokrasi seseorang untuk mencalon sebagai Calon Pasangan Pemilu;

(13) Menghambat dan mematikan hak demokrasi pemilih yang memilih hak untuk memilih calon diluar pasangan tunggal dan kotak kosong; (14) Indikasi merugikan keugangan negara semakin kental, yang cenderung bermain di wilayah KKN;(15) terciptanya Pemerintah Daerah yang memiliki indicator bermain di wilayah KKN; (16) menggagal calon lain lebih berkompeten secara track record.

Berbagai indicator terhadap pelaksanaan Pemilu-KADA dengan Pasangan tunggal melawan kotak kosong yang begitu menghebohkan, dari pengamatan penulis lebih disebabkan oleh UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilu-KADA;

(1) terlalu tingginya persyaratan untuk mendapatkan kursi Partai sebagai pengusung atau pendukung di DPRD atau gabungan partai bisa mengusung pasangan calon jika memiliki minimal 20 persen kursi DPRD sebagaimana dimaksud pasal 40, terkait dengan Parlemen Treshold dan pasal 41 UU yang sama terlalu tingginya persyaratan copy KTP terkait dengan calon Perorangan, yang memiliki kesan dihambat dan diganggu dengan system yang ada dan;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun