Mohon tunggu...
Teddy Triyadi Nugroho
Teddy Triyadi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - LP3ES/ Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Cogito Aliquid// Menulislah Dengan Rendah Hati Tausosiologi.id

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Refleksi Hari Antikorupsi Sedunia: Antara Perspektif dan Masalah Moral

9 Desember 2020   11:39 Diperbarui: 10 Desember 2020   06:07 1609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | KOMPAS/DIDIE SW

Dalam hal ini  setidaknya ada empat pemicu yang menjadi dasar orang melakukan korupsi seperti yang dikutip dari Malik Ruslan dalam tulisannya Politik Anti Korupsi dan good governance yaitu yang pertama ketika pemegang otoritas mencampuradukkan antara hak atau kepentingan pribadinya dengan hak atau kepentingan publik yang berada dalam kewenangannya. Korupsi terjadi apabila seseorang secara tidak halal meletakkan kepentingan pribadi di atas kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

Kedua Jika dari seseorang terlahir hasrat pemenuhan kebutuhan yang bersifat kebendaan, kemudian berkembang menjadi keserakahan, sehingga lupa diri karena sikap mental yang berorientasi kepada kepentingan pribadi. orang
Ketiga, persepsi atau tafsir tentang rezeki yang keliru. 

Seseorang yang mempersepsikan atau menafsirkan semua pendapatan sebagai rezeki tanpa menggunakan indikator halal atau haram, dapat dengan mudah terjerumus untuk melakukan korupsi, sekurang-kurangnya-kurangnya mempunyai  kepekaan antikorupsi yang sangat rendah.Dan ke empat, Terjadinya krisis moralitas atau demoralisasi.

Saat ini sepertinya orang yang melakukan korupsi bukan karena kekurangan gaji ataupun tidak tercukupi nya kebutuhan (needed) namun karena faktor keserakahan (greedy) dan juga cara pandang orang melihat korupsi yang salah kaprah.

Korupsi di Indonesia Masalah Perspektif atau Moral?
Oleh karenanya kita perlu meluruskan pemahaman tentang korupsi itu sendiri. Dalam hal ini bahwa korupsi bukan semata-mata masalah hukum, ekonomi, politik dan semacamnya, tapi korupsi juga—dan lebih-lebih—merupakan masalah moralitas, bahkan budaya.

Dalam konteks ini, korupsi juga merupakan cara pandang (perspektif), penafsiran seseorang dalam melihat korupsi. Pandangan yang sama juga Dikemukakan oleh budayawan kondang Emha Ainun Najib. Dia mengatakan,Korupsi di Indonesia disebabkan antara lain oleh rendahnya moral pengelola negara dan kemerosotan moral pejabatnya.

Pada Era kemerdekaan saja korupsi sudah mulai merebak dan menimbulkan kekhawatiran banyak pihak. Bahkan Bung Hatta sudah mengingatkan bangsa ini, bahwa korupsi telah menjalar ke mana-mana, seluruh aparatur pemerintahan sudah dihinggapi. Juga bank-bank swasta melakukannya.

Untuk itu pada era kemerdekaan perspektif moral telah dimasukan kedalam undang -undang pemberantasan korupsi.Perspektif moralitas terhadap tindak pidana korupsi dapat dilihat pada Peraturan Penguasa Perang Pusat Angkatan Darat No.013/1958 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi Pidana dan Penilaian Harta Benda. Di sana ditekankan bahwa korupsi adalah perbuatan tercela.

Kata ―tercela ini masih digunakan di dalam UU No.3/1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan di dalam UU No.28/1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas KKN, kata ini bahkan masih digunakan. Korupsi disebut sebagai ―perbuatan tercela sekaligus ―perbuatan tidak manusiawi.

Selepas itu, dimulai pada era Reformasi, perspektif politik-hukum antikorupsi mulai bergeser dengan lebih condong pada perspektif pembangunan sosial-ekonomi. ―Korupsi harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur, adalah kalimat yang dapat ditemukan di dalam UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam produk perubahannya (UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/1999), korupsi disebut sebagai ―perbuatan yang melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat (perspektif HAM).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun