Mohon tunggu...
Tebi Hariyadi Purna
Tebi Hariyadi Purna Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa PPKn

Berawal dari Keresahan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Money Politics : Antara Budaya dan Prakarsa Tuntutan Kekuasaan

29 Januari 2023   10:01 Diperbarui: 29 Januari 2023   10:05 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Money politics atau politik uang sebuah istilah yang sudah mendarah daging bagi masyarakat Indonesia. Khususnya ketika pelaksanaan kontestasi politik. Menurut Afan Gaffar dalam Sabilal, money politics merupakan tindakan membagi-bagikan uang baik sebagai pemilik partai atau pribadi untuk membeli suara.

Di Indonesia jelas praktik money politics diharamkan oleh negara. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 523 ayat 1-3 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Beberapa survei menunjukan praktik money politics di negeri ini semakin menggila dari waktu ke waktu. Dalam hasil Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukan ketika Pemilu Legislatif 2009 tingkat money politics hanya 11,2 % responden yang mengaku menjadi target pembelian suara. Praktik ini meningkat pada Desember 2013 atau beberapa bulan sebelum Pemilu 2014 menjadi 20,6 % dan terus mengalami peningkatan pada April 2014 sebesar 29 %. Selain itu, hasil survei dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan 47,4 % masyarakat membenarkan adanya money politics pada Pemilu Serentak 2019 dan 46,7 % menganggap money politics sebagai hal yang dapat dimaklumi.

Seakan telah menjadi budaya, money politics  menjadi sebuah tuntutan yang harus dilakukan apabila para kontestan ingin mendapatkan kekuasaan dan berjaya dalam arena perpolitikan di negeri ini. Praktik money politics sering terjadi saat berlangsungnya kontestasi politik seperti Pemilu, Pilkada, Pileg, bahkan Pilkades. Mulai dari pemilihan Presiden, Kepala Daerah, DPR dan DPRD bahkan Kepala Desa sekalipun seringkali ditemui adanya praktik money politics yang sudah begitu mengakar dalam masyarakat. Maka dari itu, tidak aneh rasanya ketika kontestasi politik berlangsung masyarakat sering menanyakan "Mana serangan fajarnya".

Yah kalimat tersebut sudah tidak asing dan sangat familiar. Sebuah kalimat yang berarti masyarakat menanyakan adakah uang yang akan diberikan untuk memilih calon pemimpin tertentu. Dimana uang ini biasanya dibagikan menjelang pelaksanaan kontestasi politik atau seringkali akan dibagikan ketika waktu subuh sebelum pemilihan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya money politics yakni: 1) Kebiasaan politik calon legislatif sebagai peserta Pemilu dimana jumlah kursi yang diperebutkan tidak sebanding dengan kandidat yang ada hal ini membuat para timses akan melakukan apapun untuk mendapatkan pemilih dan suara meskipun dengan cara curang; 2) Masih banyaknya masyarakat yang menganggap lumrah menerima uang sogokan saat berlangsungnya kontestasi politik; 3) Kondisi ekonomi masyarakat masih banyak yang belum sejahtera; 4) Pendidikan politik yang rendah; 5) Minimnya pemahaman ketentuan pidana tentang kontestasi politik; 6) Belum memahami hakikat atau tujuan kontestasi politik; 7) Masih lemahnya penegakan hukum.

Akibat dari money politics sendiri juga sangat merugikan. Beberapa akibat yang ditimbulkan dari money politics adalah merendahkan martabat rakyat, menjadi jebakan bagi rakyat, mematikan kaderisasi politik, adanya politik uang dapat berujung pada korupsi, dan membunuh transformasi masyarakat.

Bukan rahasia umum lagi uang telah menjadi kekuatan utama dalam dunia politik untuk memenangkan atau mempertahankan kekuasaan. Money politics bukan hanya telah menjadi budaya dalam masyarakat tapi juga budaya bagi insan politik itu sendiri. Tuntutan kekuasaan membuat para insan politik berbondong-bondong mempraktikan money politics. Hal ini agar mereka mendapatkan kekuasaan tersebut. Money politics juga seolah menjadi prakarsa yang esensial untuk memenuhi tuntutan dan mendapatkan kekuasaan dalam arena perpolitikan.

Semakin tingginya praktik money politics menjadi wajah kelam bahwa masih buruknya kualitas demokrasi di negeri tercinta ini. Setiap kontestasi politik adalah amanah rakyat agar melahirkan kepemimpinan yang berkualitas dengan mengedepankan prinsip demokrasi, keadilan, persamaan, serta kepastian hukum. Rakyat adalah aktor terpenting dan harus menjadi prioritas utama dalam proses dan tahapan pelaksanaan setiap kontestasi politik.

Sesungguhnya inti demokrasi adalah rakyat itu sendiri. Karena demokrasi merupakan proses politik yang dilakukan atas kehendak menata kehidupan masyarakat demi mencapai kesejahteraan bersama. Kepemimpian yang dihasilkan dari praktik money politics hanya akan mengutamakan kepentingan segelintar orang dan mengkhianati amanah rakyat serta konstitusi. Dengan mengeluarkan ongkos politik yang mahal ketika kontestasi politik, maka mengembalikan modal politik adalah prioritas utama daripada melakukan pembangunan serta merealisasikan janji-janji kepada rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun