Mohon tunggu...
Teddy Sanjaya
Teddy Sanjaya Mohon Tunggu... Guru - Pecinta Kopi

Suka menulis apa saja yang penting di tulis. Pelajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Kerja Sama" antara Guru dan Orangtua dalam Optimalisasi Lingkungan Literasi

12 Agustus 2023   20:40 Diperbarui: 12 Agustus 2023   20:44 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Teddy Sanjaya, S.Pd

(Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang II, Universitas Negeri Manado)

Literasi, kata yang tidak asing bagi kita. Sulzby (1986) mengartikan literasi sempit, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Kegiatan literasi dimulai saat anak masuk sekolah. 

Saat ini, pemerintah gencar mempromosikan literasi untuk mengatasi buta huruf dan masalah lain akibat rendahnya kemampuan literasi. Berdasarkan survei Program for International Student Assessment (PISA) oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia peringkat 62 dari 70 negara dalam tingkat literasi, menempatkan Indonesia dalam 10 besar negara dengan literasi rendah. 

Menurut BPS tahun 2018, 98% populasi melek huruf, sementara 2% buta huruf. Angka 2% dari 272 juta penduduk Indonesia, masih signifikan, dengan sekitar 5 juta buta huruf. Lebih lanjut, rata-rata sekolah di Indonesia 8,58 tahun, jauh di bawah Malaysia dengan 11,2 tahun.

Pemerintah merespons dengan gencar mempromosikan literasi dari dasar hingga tingkat pendidikan lebih tinggi. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah program untuk memperkuat budaya literasi berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan GLS adalah membaca buku non-pelajaran selama 15 menit sebelum belajar dimulai. 

Tujuannya adalah menjadikan sekolah pusat pembelajaran budaya literasi dan membentuk warga sekolah yang literat dalam berbagai aspek. Gerakan ini menargetkan pendidikan dasar dan menengah. Guru memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan literasi, seperti hiasan kelas, pojok baca, dan pajangan hasil karya siswa. Kolaborasi dengan orang tua juga krusial agar literasi dapat dioptimalkan.

Orang tua mendukung perkembangan minat baca anak. Orang tua dapat memberikan stimulus dengan menyediakan bahan bacaan menarik sesuai kebutuhan. UNICEF dan WHO bekerjasama dengan Care For Child Development mendorong pengembangan anak yang efektif melalui dukungan orang tua. Keluarga memiliki peran penting dalam mendukung literasi.

"Kerja sama" antara guru dan orang tua dapat menjadi solusi. Guru dan orang tua saling melaporkan kegiatan literasi anak di sekolah dan rumah. Orang tua perlu mengerti manfaat literasi. 

Progres program ini dilaporkan mingguan. Akses internet yang terbatas bisa diatasi oleh orang tua yang bisa memberikan akses kepada anak dalam pengawasan. Informasi dari rumah dapat dibagikan di kelas. 

Guru bisa memberikan reward untuk siswa yang paling aktif berkontribusi. Meski program ini akan menemui hambatan, memahami pentingnya literasi dalam era abad 21 adalah krusial. Literasi bukan hanya membaca dan menulis, tapi juga memahami, menggunakan, dan merespons informasi dari berbagai sumber. Literasi juga mencakup kemampuan teknologi, kolaborasi, dan presentasi informasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun