Mohon tunggu...
Fajar Pujianto
Fajar Pujianto Mohon Tunggu... Administrasi - SKM Indonesia

Belajar dan Berkarya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kepadamu Pikiranku; Jangan Kau Buat Ambigu

3 Juli 2020   06:53 Diperbarui: 3 Juli 2020   07:46 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Malam ini aku tertawa selepas-lepasnya. Kenapa? sederhana saja. Jadi cereitanya aku itu mempunyai masalah yang cukup rumit. Masalah tersebut terjadi sejak satu sampai dua tahun yang lalu. Masalah tersebut membuatku hidupku tak karuan dan tak jelas arahnya. Masalah tersebuat membuatku malas untuk bekerja, bersosial, dan melakukan hal lainnya. Bahkan sampai aku disidang, mendapat SP1, peringatan kedua, dan ya, jelas namaku tercoreng. Atas dasar tersebut ketika kemana-mana aku merasa sendiri walaupun aslinya punya teman. Namun seolah aku itu sendiri. Raga di sini namun pikiran melayang-layang. Sampai-sampai pikiranku kacau, kacau sekacaunya kacau.

Awal aku mempunyai setumpuk masalah yang membuatku ingin berlari, menghindar, merantau kembali, keluar dari pekerjaan, bahkan sampai ingin bunuh diri itu adalah caraku menjalin asmara. Kenapa demikian? bukankah yang namanya cinta bisa membuat gairah hidup? ya, hanya caraku saja yang kurang benar. Namun ketika persidangan, dan sederet pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan orang-orang terhadapku, aku tetap menyalahkan diri sendiri, tidak membuka sama sekali bahwa semua itu gegera wanita. Tidak. Sifat egois, emosional, ingin selalu diperhatikan, dan sebagainya berada di dalam tubuh wanita. Hanya saja aku yang tak bisa menyikapi. Jadi seberapa pertanyaan yang mereka lontarkan,jawabannya tetap sama : aku yang salah.

Dua tahun yang lalu, hidupku masih sendiri, tidak mempunyai dambaan hati setelah dua tahun sebelumnya putus dengan seseorang. Kami berpacaran selama tujuh tahun. Bukan waktu yang sebentar memang. Kami berpacaran sejak dia masih sekolah di SMK, kuliah, hingga bekerja. Jarak memisahkan kami. Aku hidup di Kabupaten Banyumas, sedangkan dia hidup di Yogyakarta. Ya, aku asli putra ngapak, sedangkan di asli Yogja. Kami bertemu saat aku merantau di Yogja. Namun hubungan kami terpaksa terpisah karena orangtuaku tidak menghendaki dengan orang jauh. Maklum keluarga kami tergolong keluarga miskin. Orang tua khawatir jika aku hidup di Yogja, jika ada hajat apa, orangtuaku tidak bisa berkunjung. Jelas hal tersebut menjadikanku beban pikiran yang cukup akut. Aku memilih tidak menjalin hubungan asmara dengan siapapun. Dua tahun berselang hatiku berubah pikiran. Aku mulai dekat dengan seseorang yang masih satu pekerjaan namun berbeda penempatan.

Aku hanya bermodal keyakinan tanpa memiliki rasa cinta, karena kupikir rasa tersebut bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Hingga dua bulan berikutnya, rasa itu benar-benar belum tumbuh. Aku pun dipertemukan dengan guru SMKN 1 Banyumas. Kami pun menjalin asmara walau pun dia tahu bahwa aku masih ada hubungan dengan orang lain. Aku benar-benar mencintai si guru tersebut, namun aku yakin dengan rekan satu kerjaan. Waktu itu juga popularitasku makin menaik. Aku didekati oleh dosen IAIN Purwokerto. Ia mengatakan sendiri ketertarikannya. Hingga aku merasa jatuh cinta dan merasa yakin dengan si dosen tersebut. Aku pun memutuskan mereka berdua, hingga tersisalah dosen seorang. Namun dua minggu berselang dia memutuskanku tanpa alasan. Mungkin aku bukan levelnya, sebab aku hanya lulusan SMA, itu pun pinggiran.

Pikiranku semakin kacau. Aku tidak bisa berkata banyak. Kenapa orang yang kuyakini atau orang yang kucintai kulepas begitu saja demi orang yang menurutku "wah" tapi malah meninggalkanku. Saat itu juga aku terjadi perselisihan dengan tempatku bekerja. Ada satu pekerjaan yang aku tidak bisa menyelesaikannya dengan alasan laptopku rusak dan belum mempunyai penggantinya. Jadi pekerjaan tersebut aku kembalikan berikut dengan data dan dokumen lainnya. Namun waktu itu aku letakkan di meja yang buakn biasanya. Ternyata dokumen tersebut hilang. Aku ditanya terus menerus, namun tetap aku tidak mengetahui dokumen tersebut karena sudah aku letakkan di meja. Ketika aku berangkat, tidak mendapat sambutan oleh orang-orang tersebut. Bahkan tak ada senyum sekali pun. Hal tersebut membuatku malas untuk berngkat kerja. Bahkan bertemu dengan orang-orangnya pun enggan.

Pikiranku sangat tak karuan, karena pekerjaan tersebut menyangkut orang banyak. Saat masalah tersebut datang, datang juga seseorang dari Semarang. Kehadirannya mampun membuatku bangkit kembali dalam hal asmara, namun tidak untuk pekerjaan tersebut. Kami pun menjalin asmara satu minggu setelah pertemuan. Secara umur dia kalah jauh dengan yang sudah-sudah, begitu pun kedewasaannya.

Rekor pertemuan kami dalam satu bulan mencapai empat kali pertemuan. Sedangkan dalam satu kali pertemuan menghabiskan uang minimal 2,5 juta. Padahal gajiku masih terpaut jauh dari itu.belum lagi masih menanggung hutang yang tidak sedikit. Berkali-kali aku harus meminjam uang ke orang lain, bahkan sampai pinjam ke hotel. Walau pun aku kenal dengan yang punya, akan tetapi hutang tetaplah hutang. Walhasih hutangku semakin banyak, jarang banget berangkat kerja, hingga membuatku berani untuk berbuat hal negatif, dalam hal ini jumlah kehadiran yang tidak sesuai realita.

Hal tersebutlah yang membuatku disidang, dalam hal ini bukan meja hijau, melainkan sekumpulan orang yang berkumpul melingkariku. Aku pun ditanya banyak mengenai kehadiran yang tidak sesuai realita. Ketika ditanya, aku tidak menyeret gadis tersebut. Aku tetap mengatakan, bahwa itu semua salahku yakni sering bepergian. Namun ketika ditanya bepergian karena apa, aku hanya menjawab karena urusan lain. Kemudian aku mendapatkan SP1 dan gajiku dipotong. Bukan hanya itu aku juga divideo untuk membuat pernyataan tidak akan mengulangi kembali.

Dari situlah namaku mulai tercoreng. Beberapa orang yang tahu menceritakan kepada orang lain. Bagiku tidak masalah, melihat hal tersebut adalah murni kesalahanku. Dan itu harus kutanggung sendiri.

Setelah kejadian tersebut, intensitas kunjunganku ke Semarang mulai dikurangi. Aku sadar diri, telah habis banyak (bagiku itu banyak), namun ketika aku menginginkan bertemu dengan orangtuanya, dia selalu membuat sebuah alasan atau pun perkataan lain yang membuatku urung bertemu dengan orangtuanya. Perhatianku terhadapnya juga kukurangi. Namun, ya, mungkin begitulah wanita yang secara umur masih belum dewasa. Biar bagaimapun, mengatakan apapun, yang namanya lelaki tetaplah salah. Walaupun dia sendiri mengatakan bahwa dia menjadi korbanku, uangnya habis, mendapat perlakuan kasar dariku, dan sederet omongan lain yang dilontarkan kepada teman-temannya.

Desember 2019 aku memutuskan menyudahi hubungan tersebut, tersebab namaku dijelakkan melalui media social Facebook. Dia memakai namaku dan fotoku di Whatsappnya dan menghubungi temanku yang katanya selingkuhanku. Sebenarnya bukan selingkuhan akan tetapi karena obrolan kami yang terlalu dekat. Akan tetapi bertatap muka saja belum pernah, karena hanya di media social dan juga jarak yang cukup jauh, sudah berbeda propinsi. Dalam pesan tersebut, dia memaki temanku ini dan mengatakan kalau aku selingkuhannya. Kemudian oleh temanku ini, pesan tersebut discreenshoot dan kemudian disebarkan di media social. Dan ternyata banyak sekali yang komentar.

Waktu itu aku tidak tahu menahu, akn tetapi ketika membuka pesan di grup whatsapp di Yogyakarta dan beberapa grup whatsapp lain, aku disuruh untuk membuka link tersebut dan meminta agar aku menyelesaikan konfliknya. Aku pun bingung, maksudanya apa. Lantas aku buka, namun ketika dibuka tidak bisa, karena ternyata medsosku telah diblokir oleh temanku ini. Jadi aku memutuskan menggunakan akun yang lain. Dan ternya benar saja apa yang disampaikan di grup. Sudah ada postingan tentang kejelakanku. Jumlah komentarnya sudah sampai ratusan, begitupun yang memberikan icon jempol atau pun marah. Setelah kuperika, ternyata itu bukan nomorku. Dan setelah kucari nomor tersebut, ehh... ternyata malah pacar sendiri. Ya, ampun. Aku marah semarah, marahnya. Dan aku meminta klarifikasi darinya. Dia pun mengakui. Aku pun harus memberikan klarifikasi pada postingan tersebut dan meminta maaf kepada temanku ini. Setelah itu postingan dihapus. Dan temanku menghilang. Lupakan.

Setelah kuputus, pacarku ini kembali datang ke rumah. Dia meminta maaf dan meinta balik. Aku pun memaafkannya dengan syarat tidak mengulangi hal-hal demikian. Sewaktu ke Semarang aku pun meminta untuk datang ke rumah. Mau nggak mau harus ke rumah. Sebelumnya dia sempat ragu, takut dimarahin ibu dan segala macam. Dalam perjalanan seringkali berhenti, entah itu hanya sekadar makan atau pun yang lain yang justru semakin lama untuk sampai di rumah. Dan akhirnya aku sampai di rumahnya. Sambutan yang menarik juga walau akhirnya aku disalahkan sama ibunya yang katanya aku mengajari keluar dari pekerjaanlah, keluar dari kuliahlah, dan segela macam. Tuduhan yang sangat tak berakal. Kenal 2017, namun menjalin asmara baru 2019. Masa iya, keluarnya 2018 aku yang disalahkan. Tidak masalah bagiku.

Januari 2020 aku mendapatkan amanat menjadi ketua sebuah organisasi di tingkat kabupaten. Aku sangat bersyukur. Namun ada ganjalan hati dan pikiran yang belum beres yang menjadikanku urung mengurus organisasi tersebut.

Aku mulai mendapatkan rasa malas yang sangat luar biasa. Rasa malas tersebut berasal dari hati yang tidak sepenuhnya hati. sangat kotor. Lagi-lagi menyangkut pekerjaan. 2019 aku mulai menggunakan cara licik agar terlihat hadir dan namun aslinya tidak. Hal tersebut dilakukan agar aku bisa bepergian dan bertemu dengan pacar dalam waktu yang agak lama. Dia belum mau menikah waktu itu. Dan yang jelas, aku terlalu menuruti omongannya.

Aku mulai dekat dengan teman-teman di komunitas atau organisasiku kembali. Setalah sebelumnya memutus silaturrahim atau komunikasi demi menjaga hubungan dengannya. Ya, dia akan marah atau pun curiga besar bila sedikit saja aku berkomunikasi dengan orang lain secara  (menurut dia) tidak wajar. Bagi orang-orang dewasa mungkin biasa saja, namun bagi mereka yang masih remaja hal tersebut tidaklah demikian. Semakin ke sini aku merasa gerakku terbatas. Padahal seorang ambiovert aku pun perlu berkomunikasi dengan yang lain juga. Ya, mungkin juga jumlah kehadiranku ke Semarang yang sudah sangat berkurang. Ya, 2 atau 3 bulan aku tidak ke sana.

Aku mulai dekat kembali dengan orang tua, dengan teman-teman sekitar, dan orang-orang sekiling. Mulai menjalin relasi juga dengan yang lainnya. Intinya aku mulai membuka mata kembali. Aku pun benar-benar memutuskan untuk menyudahi hubunganku dengannya. Ya, walau pun dia tergolong orang yang cerdas, pintar, cantik, dan berbakat, namun tetap saja, aku berpikir untuk jangka panjang. Dia memang wanita yang baik, namun, ya, waktu itu sempat terjadi gesekan, hal tersebut juga yang membuatku menyudahi hungan tersebut. Aku tidak akan mencerikatan kejelekannya, karena dia bisa menutupi itu semua dengan caranya. Lagian jika diceritakan aku akan sangat berdosa.

Kali ini benar-benar membuat pikiranku semakin kacau. Selain ada masalah dengan pekerjaan yang melibatkan banyak orang belum selesai, ditambah dengan masalah percintaan, ditambah lagi dengan masalah keluarga di rumah, dan sederet masalah lainnya yang tumplek blek menjadi satu dalam satu waktu. Entah aku mau jadi seperti apa. Hal tersebut membuatku semakin enggan untuk hidup di sini, di kota ini, bahkan sempat juga ingin merampungi hidup. Aku sempat mau pergi ke Yogyakarta dan menemui orang-orang dulu dan hidup di sana. Sempat juga mau pergi ke Kediri, Jawa Timur untuk menemui teman-teman di sana sekaligus numpang hidup. Akan tetapi bukan itu yang didapat. Indonesia dinyatakan darurat Covid-19. Dan aku pun tidak bisa pergi ke mana-mana.

Bukan penyelesaian yang kudapat, malah semakin menambah banyak masalah. Datang lagi masalah berikunya. Aku kembali dipanggil dan ditanyai banyak hal. Dan kali ini adalah kasus keduaku di pekerjaan tersebut, yakni pemalsuan tanda tangan atas kehadiran. Benar, aku benar-benar malas menjalani kehupan yang semakin amburadul. Aku meminta izin ke orang tua untuk keluar dari pekerjaan, akan tetapi tidak diperbolehkan. Oleh teman-temanku juga tidak diperbolehkan. Parahnya lagi adalah aku diminta untuk meminta maaf kepada setiap orang yang sudah aku rugikan. Dan ya, kali ini benar-benar aku ingin pergi dari dunia ini. Kenapa masalah semakin banyak dan tak henti-hentinya. Hutang juga semakin banyak. Belum lagi omongan-omongan negatif dari orang lain. Lucunya lagi si dia yang meminta ganti rugi karena sewaktu pacaran katanya habis uang banyak. Astaga... orang macam apa ini. Ada ya, orang macam ini. Beruntung sudah putus, coba kalau putusnya sewaktu udah nikah.. behhh.. mau seberapa banyak ganti rugi yang dia minta. Sebaiknya pembaca juga tahu, kalau dalam suatu pertemuan, siapa yang habisnya banyak, laki apa perempuan. Sesederhana itu. Pun dalam komentarnya di postingannya, aku membaca aku yang menarik, katanya dia sewaktu pacaran denganku, aku selingkuh. Walau pun tidak sama persis, namun inti dari komentarnya adalah demikian. Ya, sudah pasti dia akan membela diri di hadapan teman-temannya, orang tua, atau barangkali di media social. Ya, aku tetap diam. Karena begitulah caraku mengalah.

Setelah aku berpikir, berpikir, dan berpikir, dan juga desakan dari teman-teman. Akhirnya aku memberaniukan diri mengunjungi masing-masing orang yang sudah aku zalimi. Aku mangaku perbuatanku memang keliru. Oleh mereka aku dimaafkan, dan ya, diminta untuk melupakan yang sudah-sudah. Saya diminta untuk fokus ke depan. Jangan menjadi anak kecil lagi. aku sangat senang karena mereka sebenarnya bersikap santai, tidak seperti apa yang aku bayangkan sebelumnya.

Atas perbuatanku yang keliru tersebutlah yang membuat rezekiku semakin sulit, tidak berkah, hidup tak karuan, dan sebarang yang membuatku ingin lenyap dari muka bumi. Aku tidak bisa menghindari bebagai masalah yang menimpaku. Karena semakin dihindari justru maslah semakin bertambah banyak dan semakin rumit. Alhamdulillah menginjak Bulan Juli ini masalahku sudah mulai berkurang dan jika diberi masalah yang lebih besar lagi, dengan segela konsekwensi insyaallah siap menghapainya tanpa menunda atau pun menghindar, seperti yang sudah kulakukan sebelumnya.

Ya, ini adalah pengalaman yang sangat luar biasa yang aku alami menginjak usiaku yang sudah dewasa ini. Semoga dengan masalah yang sudah kuhadapi, bisa menjadi pelajaran bagi yang lain supaya tidak ada lagi perbuatan-perbuatan tercela yang sudah kulakukan. Insyaallah aku sudah siap menyongsong masa depan dan mulai bermimipi, melanjutkan mimpi kembali, dan merealisasikannya. Setelah ini semoga aku dipertemukan dengan jodohku dan menjalik bahtera rumah tangga dan langgeng. Agar kualitas hidupku semakin bertambah dan nilai ibadahku semakin sempurna.

Banyumas, 3-7-2020

Dini hari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun