Mohon tunggu...
Tb Adhi
Tb Adhi Mohon Tunggu... Jurnalis - Pencinta Damai
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sich selbst zu lieben ist keine ritelkeit, sondern vernunft

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendorong Perawatan Kebudayaan Melalui Presidensi G20

19 September 2022   10:46 Diperbarui: 19 September 2022   11:05 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



PELESTARIAN budaya lokal merupakan salah satu kelebihan Indonesia yang juga sudah diakui oleh dunia luar. Merawat budaya, perawatan berbagai budaya lokal, menjadi kearifan Indonesia yang tiada tara. Oleh karena itu amanah untuk terus memelihara, merawat dan memajukan budaya dan kebudayaaan tentunya menjadi tugas kita bersama.

Di era peradaban yang kian maju, sebagaimana dikutip dari pernyataan Antropolog Universitas Negeri Malang Dr. Latif Bustami, setiap insan harus mampu berperan untuk menjaga dan melestarikan serta memajukan adat dan budaya bangsa. Bahkan juga harus mampu membawanya menjadi ruh karakter jati diri bangsa.

Dalam konteks itulah Dr. Latif Bustami memuji apa yang dilakukan oleh Airlangga Hartarto yang terus berupaya mengembangkan kebudayaan. Menurutnya, Airlangga yang trah dari Mangkunegara VI, tentu mengemban amanah untuk terus memajukan kebudayaan. Trah Mangkunegaraan yang melekat pada diri Ketua Umum Partai Golkar dan Menko Perekonomian itu disebutnya memiliki peran penting menjaga dan melestarikan serta memajukan adat dan budaya bangsa.

Dalam beberapa hari terakhir di pekan silam, Airlangga Hartarto menghadiri dua peristiwa budaya yang sekaligus mencerminkan kearifan lokal Indonesia yang menuai pujian internasional. Pertama, kehadirannya pada momen-momen perayaan puncak Haul Ki Ageng Gribig, pada Kamis dan Jumat (15-16/9/2022) di Kecamatan Jatinom, Klaten.

Ki Ageng Gribig, keturunan Raja Bhrawijaya V dari Majapahit, adalah memang leluhur langsungnya. Namun, bagi Airlangga, Ki Ageng Gribig seorang ulama besar sekaligus pejuang yang ajaran dan filosofi kehidupannya memang layak ditiru dan menjadi panutan bangsa.

Sebaran apem Ki Ageng Gribig yang sejak ratusan tahun silam dilakukan bertepatan pada pertengahan Sapar dan belakangan dikenal dengan Yaqowiyu, mencerminkan rasa kebersamaan, saling berbagi dan penguatan solidaritas. Itu juga yang menjadi tiga kunci dalam kehidupan.

Setelah menghadiri prosesi dzikir dan sholawat pada Haul Ki Ageng Gribig, serta sebaran apem di acara puncak, Airlangga meninggalkan Jatinom, Klaten, menuju Solo, Jateng. Di Solo, tepatnya di Hotel Kusuma Sahid Prince, Airlangga khusyuk mengikuti kegiatan srawungan sanak mangkunegaraan, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai silaturahmi para keturunan (trah) Mangkunegaraan.

Sebagai seorang priyayi yang memiliki Trah Mangkunegaraan, Airlangga didaulat menjadi pembicara utama pada acara ini. Airlangga pada kesempatan itu secara panjang lebar menceritakan berbagai upaya pemerintah dalam mendorong pelestarian budaya, termasuk di Surakarta atau Solo ini. Menurutnya, upaya pelestarian kebudayaan tak pernah henti dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Airlangga lalu menjelaskan bagaimana upaya pelestarian budaya tersebut diwujudkan dalam momentum Presidensi G20, yang tahun 2022 ini menjadi tanggung jawab Indonesia untuk menyelenggarakannya. Kata Airlangga, sejumlah working group atau diskusi-diskusi terkait sudah lama diarahkan untuk menggelar kegiatan di Solo.

Presidensi G20, katanya, memiliki banyak event di Solo. Kota ini, misalnya, menjadi tuan rumah dari kegiatan 'trade industry dan investment working group'. Dalam kaitan itu, sejumlah objek wisata di Solo, diwajibkan dibenahi, tak terkecuali keraton Mangkunegaran, yang sudah menjadi etalase budaya.

Menarik mencermati pernyataan Airlangga tentang kota Solo yang disebutnya 'bermesin kembar'. 'Twin engine' itu merujuk pada pengelolaan, keberadaan dan eksistensi dua episentrum budaya di Solo, yakni Kasunanan dan Mangkunegaran. Yang sama-sama sudah ada sebelum 'kelahiran' Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun