Mohon tunggu...
Tazkiya Purwati Ariviani
Tazkiya Purwati Ariviani Mohon Tunggu... Dokter - FKUI2019

Stay Foolish, Stay Hungry

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Isu Kedokteran: Bayi Tabung

19 Agustus 2019   19:25 Diperbarui: 19 Agustus 2019   19:50 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pada fitrahnya, manusia sebagai makhluk hidup memiliki kemapuan untuk melanjutkan keturunan. Setelah mendapatkan pasangan, manusia dapat menghasilkan keturunan dari pasangannya. Namun, ada pula pasangan yang sulit mendapat keturunan dikarenakan infertilitas organ reproduksinya. 

Untungnya, modern ini sudah semakin banyak cara-cara dan solusi untuk melangsungkan keturunan apabila sepasang manusia dikatakan kurang subur. Salah satunya adalah metode bayi tabung. Metode bayi tabung, atau yang bernama latin In Vitro Fertilization (IVF), memiliki cara pembuahan yang berbeda, yaitu dari letak terjadinya pembuahan sel telur dengan sel sperma. 

Pembuahan sel telur biasanya dibuahi di dalam tubuh wanita, sementara pada metode bayi tabung pembuahan sel telur diluar dan sperma di luar tubuh wanita.

Bayi tabung sendiri menghadirkan harapan bagi para pasangan yang sulit mendapat anak. Untuk berkeluarga dan meneruskan keturunan pun merupakan salah satu dari Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dihalangi oleh apapun. 

Menurut hukum, melakukan proses bayi tabung merupakan metode legal yang pula ditetapkan pada undang undang bahwa 'Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapatkan keturunan'[i]. Selain itu, dalam aspek keagamaan khususnya agama islam, juga memperbolehkan metode bayi tabung karena terhitung sebagai ikhtiar (usaha) dalam meneruskan keturunan[ii].

Namun sebaliknya, metode bayi tabung juga menimbulkan banyak kontroversi baik dari sisi etika maupun keagamaan. Bila sel telur dan sel sperma yang digunakan merupakan sel telur dan sel sperma yang berasal dari sepasang suami istri yang sah secara hukum dan agama, maka pembuatan bayi tabung tersebut legal dan tidak melanggar norma. 

Namun akan menjadi rumit masalahnya bila proses bayi tabung yang berasal dari pasangan suami istri yang tidak sah atau bila proses bayi tabung tersebut berasal dari  pasangan suami istri yang sah namun bukan diinseminasi di rahim istri yang sah atau dikenal dengan sewa rahim. Ditambah lagi, tidak semua proses bayi tabung dapat berhasil menghasilkan anak. 

Peluang berhasil bayi tabung pun cendrung lebih kecil dibandingkan peluang gagalnya, dan bergantung kepada umur wanita. Peluang terbesar bayi tabung berhasil pun hanya mencapai 35%-45% untuk wanita berumur dibawah 30 tahun[iii].

Maka dari itu, perlu tindakan medis yang tepat dalam menghadapi proses bayi tabung tersebut. Seorang dokter harus mampu menyeleksi kasus proses bayi tabung. 

Sang dokter harus memastikan, sel sperma dan sel telur untuk bayi tabung harus berasal dari kedua pasangan yang telah menikah secara sah, dan diharuskan untuk menanam embrio pada rahim wanita pemilik sel telur tersebut. 

Kemudian, pasangan suami istri juga harus mengisi sebuah informed consent yang menyatakan bahwa mereka paham apabila walaupun dengan kecanggihan ilmu dan teknologi kedokteran, metode bayi tabung ini masih memiliki peluang besar untuk gagal. Hal ini dilakukan untuk menghindari dokter disebut wanprestasi bila gagal metode bayi tabung ini gagal menghasilkan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun