Mohon tunggu...
Taufiq Rahmat H
Taufiq Rahmat H Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengamat Sosial

Fokus dan Tenang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pendidikan dan Filsafat Pendidikan

11 Mei 2012   07:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:27 4957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13367196461774254251

Pendidikan Menurut Aliran Idealisme

Idealisme adalah aliran filsafat yang menganggap bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang muncul dan terlahir dari kejadian di dalam jiwa manusia. Kejadian tersebut bersumber dari transendensi kesadaran.Kenyataan dan pengenalan atas realitas terletak di luar konsepsi idealisme. Konsentrasi idealisme tertuju pada afirmasi terhadap ontologi kesadaran dan problem yang muncul di dalamnya. Konsep filsafat menurut aliran idealisme terdiri dari metafisika-idealisme, humanologi-idealisme, epistemologi-idealisme, dan aksiologi-idealisme.

Dalam konteks filsafat pendidikan, idealisme memberi sumbangsih yang besar. Kaum idealis percaya bahwa manusia merupakan bagian dari alam spiritual kesadaran. Setiap individu berkesadaran mempunyai potensi spiritual dan transendensi. Konsekuensinya, pendidikan dituntut dapat memperkenalkan konsep spiritual dan transendensi dalam kehidupan manusia. Pendidikan harus menenkankan kesesuaian batin antara manusia dengan alam semesta. Pendidikan merupakan pejalanan menuju pribadi manusia yang ideal. Pendidikan harus berorientasi pada tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Idealisme mengimpikan terciptanya manusia dengan watak terbaik.

Implikasi filsafat pendidikan menurut Power (1982) adalah sebagai berikut : (1) Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikansosial; (2) Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan; (3) Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan; (4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya; (5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.

Implikasi tersebut dapat ditransformasikan dalam suatu kesimpulan bahwa, pada hakikatnya setiap manusia dilahirkan dengan bakat dan potensi masing-masing. Bakat dan potensi tersebut merupakan kodarat alam yang bersifat transenden. Bagi idealisme, pendidikan harus diarahkan untuk membimbing manusia menuju kepribadian positif. Pendidikan bukan hanya sekedar metode transfer pengetahuan. Proses pengajaran dalam pendidikan harus disadari sebagai suatu pengembangan potensi manusia, dan harus dapat memediasi pengenalan manusia terhadap fenomena kebenaran ideal yang tidak terbatas hanya dalam dunia imanensi.

Pendidikan Menurut Aliran Realisme

Realisme adalah sebuah pandangan tentang eksistensi dari objek yang mengacu pada objek dalam dunia nyata. Bagi realisme, objek-objek dalam realitas diangap berdiri terpisah dengan keberadaan sang subjek. Objek dianggap menampakkan diri kepada subjek. Realisme sangat menekankan pentingnya eksistensi alat indra. Melalui alat indra realitas dapat dikenali dan diinterpretasi. Realisme menekankan bahwa kenyataan adalah sesuatu yang bersifat lahiriah dan empiris.

Dalam konteks filsafat pendidikan, realisme dibagi dalam tiga hal yaitu realisme kemanusiaan (humanistic realism), realisme sosial (social realism), dan realisme indrawi (sense realism). Realisme kemanusiaan meyakini bahwa sesuatu yang tidak terlepas dari pusat kehidupan ini adalah kemanusiaan. Realisme kemanusiaan mempelajari solusi yang presentif untuk setiap masalah kehidupan. Karena itu, kemanusiaan harus dipelajari dan harus diwujudakan dengan cara mempelajarinya. Tujuan realisme kemanusiaan adalah untuk menguasai alam dan sosial melalui pengetahuan yang lebih maju dan lebih luas dari pengetahuan manusia sebelumnya. Realisme sosial berasumsi bahwa objek-objek realitas yang menampakkan diri kepada manusia juga berasal dari hubungan sosial. Sasaran realisme sosial adalah untuk mencapai kehidupan manusia yang bahagia dan sejahtera dengan cara mengikuti dan memenuhi tuntutan kebutuhan yang berasal dari hubungan sosial. Bagi realisme sosial, pendidikan harus dapat mendukung efisiensi pekerjaan manusia. Sementara realisme inderawi adalah aliran realisme yang mengedepankan bahwa pengetahuan tentang realitas hanya dapat dikenali melalui alat indera, bukan dari kata-kata (bookish). Bagi realisme inderawai, pendidikan harus mengadopsi metode observasi dan hubungan antara alat indera dengan objek eksternal. Pendidikan harus menyediakan kesempatan bagi manusia untuk melakukan observasi dan belajar tentang fenomena natural.

Dalam konteks realisme,peserta didik dituntut untuk dapat menguasai pengetahuan yang handal dan terpercaya. Dibutuhkan kedisiplinan sebagai metode mencapai esensi dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan guna memperoleh hasil yang baik. Sedangkan pendidik dituntut untuk dapat menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar, dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik menguasai bahan ajar yang sumbernya pengetahuan realistis.

Pendidikan Menurut Aliran Neo Positivisme

Aliran positivisme dipelopori oleh Auguste Comte. Ia mengusahakan adanya re-organize masyarakat yang dicapai melalui science. Positivisme mengandung pengertian bahwa segala pengetahuan kemasyarakatan harus berdasarkan pada segalanya yang dapat diobservasi berdasarkan fakta-fata real dan teruji secara metodologis. Positivisme mereduksi alam sebagai mekanisme yang deterministik dan mekanistik. Sementara neo-positivisme atau biasa disebut positivisme logis, merupakan kelanjutan dan penegasan terhadap aliran positivisme. Neo-positivisme mengusahakan adanya keketatan dalam ilmu pengetahuan dan menerapkan prinsip-prinsip metodologi saintifik kesegala bidang keilmuan termasuk filsafat. Neo-positivisme menuntut adanya kepastian metodologis dengan alat bantu kalkulasi matematik dan statistik. Prinsip utama aliran neo-positivisme menyatakan bahwa fakta-fakta yang dapat diobservasi adalah syarat bagi dimungkinkannya pengetahuan. Fakta-fakta tersebut harus teruji melalui rasionalitas dengan metode matematis dan logico-linguistic. Aliran ini menolak teologi dan metafisika.

Pendidikan yang neo-positivistik menekankan pentingnya metode empiris-eksperimental dan menuntut adanya objektivitas dalam setiap kajiannya. Objektivitas adalah sasaran pendidikan yang diajukan guna menekan dominasi subjektivitas peneliti. Ralitas sebagai objek kajian harus bisa dimengerti secara rasional oleh peneliti atau peserta didik. Pendidikan harus mampu menjadi sarana bagi dijalankannya metode ilmiah. Tujuan pendidikan neo-positifistik adalah memperoleh pengetahuan sejati melalui metode ilmiah dan verifikasi.

Aliran ini sangat mendominasi sistem pendidikan yang sedang berjalan dewasa ini. Ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial memakai metode ilmiah dalam memahami rtealitas. Melalui metode ilmiah, kebenaran dapat tercapai. Namun kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran tentatif yang dapat gugur jika ditemukan kebenaran baru yang lebih ajeg. Konsekuensinya, proposisi-proposisi metafisik tidak mendapat tempat. Kajian ilmu yang memfokuskan diri pada problem metafisika dan teologi dipisahkan dalam kelompok ilmu-ilmu filsafat dan humaniora. Metafisika dianggap non-sense dan tidak dapat dibuktikan secara empiris. Pendidikan neo-positivistik selalu menuntut adanya pengujian secara matematis. Manusia dan alam direduksi sebagai objek kajian yang dapat diukur secara matematis.

Pragmatisme Pendidikan

Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Kebenaran objektif dari pengetahuan bukan sesuatu yang dianggap penting, namun bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu lah yang lebih penting. Dasar pragmatisme adalah logika pengamatan. Apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Pragmatisme tidak mau terjebak dalam kalimat-kalimat metafisika. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan.

Pragmatisme menggagas konsep pendidikan menjadi tiga, yaitu: konsep realitas, konsep pengetahuan, dan konsep nilai. Konsep realitas menyatakan bahwa, manusia sebagai makhluk fisik yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan akan menyesuaikan dirinya dengan perubahan dan perkembangan realitas. Konsep pengetahuan menyatakan bahwa, tujuan berpikir adalah kemajuan hidup. Akal pikiran selalu aktif untuk mencari kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan. Pengetahuan yang dianggap benar adalah pengetauan yan bermanfaat. Sementara konsep nilai menyatakan bahwa nilai merupakan suatu realitas dalam kehidupan yang dapat dimengerti sebagai wujud perilaku manusia. Nilai dianggap bersifat relatif. Suatu perilaku, pengetahuan, nilai, dan ide dikatakan benar bila mengandung kebaikan dan bermanfaat bagi manusia.

Pragmatisme pendidikan diorientasikan pada teori problem solving yang terdiri dari lima langkah: 1) Merasakan adanya masalah. 2) Menganalisis masalah dan menyusun hipotesis-hipotesis yang mungkin. 3) Mengumpulkan data untuk memperjelas masalah. 4) Memilih dan menganalisis hipotesis. 5) Menguji, mencoba, dan membuktikan hipotesis dengan melakukan eksperimen. Dengan demikian, pragmatisme pendidikan selalu memuat tujuan praktis yang mengandung kebermanfaat dan nilai guna pagi kehidupan. Segalanya yang tidak mengandung nilai guna disingkirkan dan dianggap tidak layak digolongkan dalam kurikulum pendidikan.

Pendidikan Transformatif

Pendidikan adalah usaha yang dialogis untuk memanusiakan manusia. Secara ffilosofis dipahami sebagai penyadaran akan realita, manusia yang hidup, nilai-nilai pembebasan disulap dan sengaja didistorsi menjadi pendidikan yang sukses melakukan proyek “dehumanisasi dan alienasi. Kenyataannya sampai sekarang praktik pendidikan kita sesuai dengan yang dijelaskan oleh Freire. Bahwa seorang guru (pendidik) telah terjebak pada pola “pendidikan gaya bank”. Gaya pendidikan seperti menjadi usaha yang mekanis, sebab siswa direduksi menjadi tumpukan bejana kosong, diisi oleh ilmu-pengetahuan yang bersumber dari guru. Siswa sebagai objek dan menjadi “sesuatu” yang ditentukan dan pasif.

Menurut Allen J. Moore, konsep Freire yang dirumuskan dalam konteks Amerika Latin tidak bisa diterapkan begitu saja dalam konteks yang berbeda sebab situasinya dan permasalahannya tidak sama. Namun jika bandingkan konteks di Amerika Latin memiliki banyak kemiripan dengan konteks di Indonesia. Ini merupakan permasalahan antara sang penguasa atau pemilik tanah dengan kaum proletar yang disebut dengan feodalisme.

Pendidikan transformatif mencoba menyibak kenyataan bahwa, kurikulum pendidikan pada dasarnya bukanlah sesuatu yang bersifat statis. Setiap pembelajar dapat mentransformasikan pengetahuan yang dimilikinya untuk lebih disempurnakan. Transformasi pendidikan memungkinkan adanya perubahan dan penyempurnaan pengetahuan. Manusia dianggap sebagai makhluk individu yang bersosialisasi dalam masyarakat dan mampu menciptakan perubahan dalam dirinya. Pendidikan digunakan sebagai jalan memperoleh pengetahuan yang lebih luas dalam menangkap makna kehidupan demi keberlangsungan perkembangan sejarah kehidupan manusia.

Pendidikan Konservatif

Pendidikan konservatif bertujuan untuk memertahankan nilai sosial budaya yang sudah mapan pada saat itu. Pendidikan konservatif bersifat anti liberalism. Dalam memertahankan nilai budaya, konservatisme dapat bersifat pro status quo namun relevan dengan nilai budaya yang dituju. Pendidikan dipahami sebagai suatu usaha pembentukan manusia (menjadi lebih manusia). Pendidikan konservatif mengacu pada nilai budaya yang sudah mapan.

Nilai positif pendidikan konservatif dapat lebih menjamin keutuhan suatu budaya yang dipertahanakan, memberi kemapanan dan menghindari konflik. Dengan dibatasinya kebebasan dalam kurikulum proses pendidikan dapat diharapkan dapat dijalankan dengan lebih teratur.

Kurikulum dibuat guna mengajarkan ilmu-ilmu yang lebih bersifat praktis kebergunaan nilai budaya saat itu dibanding ilmu-ilmu yang dapat memicu penolakan terhadap nilai konservatisme tersebut. Nilai negatif pendidikan konservatiff dapat dipandang dari sudut pandang liberal, yaitu bahwa model ini menekan kebebasan peserta didik.

Pendidikan konservatif selalu berorientasi pada kejayaan dan kemapanan sistem yang berlaku di masa lalu. konservatisme tidak membuka diri dan tidak bersifat dinamis. Ia cenderung statis. Konsekuensinya perkembangan pengetahuan tidak dapat berjalan lebih cepat. Manusia dituntut untuk selalu menganggap yang telah berlaku dalam masa lalu dan sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai kebenaran. kebenaran itu harus dipertahankan dan tidak dapat tergantikan. Konservatif selalu bereaksi terhadap suatu pembaruan dan revolusi. Reaksi tersebut dibarengi tuntutan untuk tetap bertahan dengan sistem yang sudah ada, yang telah jelas-jelas sudah dikenali masyarakat umum. Spekulasi-spekulasi tentang perbaikan pengetahuan dimasa depan tidak diberi ruang yang luas oleh paham ini. Kada akhirnya, konservatif mengajak manusia menjadi manusia yang bereferensi terhadap kebenaran dan kejayaan masa lalu. referensi tersebut tidak terkritisi, namun harus terafirmasi. Hal tersebut dimaksudkan agar pendidikan tetap berjalan dalam sistem yang ajeg dan tidak tergoyahkan oleh pandangan-pandangan baru yang belum tentu benar.

____________________________________________________________________

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun