Seorang teman bercerita kalau dia agak kecewa karena setelah memberikan (beberapa) paket sembako ke sebuah tempat, dia sama sekali tidak mendapat apa-apa, bahkan ucapan terima kasih sekalipun. Padahal sejujurnya dia tidak mengharapkan apa-apa, hanya ucapan terima kasih saja, imbuhnya.
Dia merasa "agak menyesal" dengan memberikan paket sembako ke tempat itu. Lain kali dia bertekad tidak akan lagi memberi ke lokasi itu jika diberikan kemudahan rezeki.
Saya tersenyum mendengar ceritanya itu. Ketika diminta pendapat, saya mengatakan,
"Buat apa kau menggantungkan bahagiamu setelah memberi dengan mengharap ucapan terima kasih orang lain..? Bukankah guru kita selalu mengatakan tentang filosofi "membuang sampah" dalam memberi?"Â
Ya, guru kami dulu sering menyampaikan ilustrasi memberi seperti membuang sampah. Apakah kita akan melihat kembali "isi sampah" yang sudah kita buang? tidak. Apakah kita mengharapkan sesuatu dari tempat sampah dimana kita membuang sampah itu? tidak. Kalaupun ada, mungkin harapan kita adalah semoga sampah itu segera di buang dan di daur ulang dan dimanfaatkan untuk suatu hal yang lain.
Seringkali banyak orang terlihat "kesal" ketika ada orang yang diberi tidak mengucapkan "terima kasih" setelah diberikan sesuatu. Padahal sebenarnya, ketika kita mengharapkan ucapan itu, maka sesungguhnya kita sudah mengharapkan sesuatu, dan pada saat itu kita berpotensi kehilangan bahagia dalam memberi.
Jadi, mari kita berhati-hati dan sadar, jangan sampai apa yang sudah kita beri kehilangan kebaikannya hanya gara-gara kita gusar karena tidak mendapatkan ucapan terima kasih dari orang yang sudah kita beri.
Kalau ini terjadi, persis seperti teman saya tadi, maka dia sudah mulai "kehilangan" rasa bahagianya setelah memberi sesuatu kepada orang lain.
3. Memberi Saja (Bahkan Tidak Mengharap Ucapan Terima kasih sekalipun)
"Hanya memberi, tak harap kembali, Bagai sang surya, menyinari dunia"
Bagian dari lagu tentang kasih ibu ini mungkin memberi gambaran besar tentang bagaimana konsep memberi yang membawa kita ke bahagia yang hakiki. Ya, memberi yang tak harap kembali. Memberi yang bahkan tidak mengharapkan ucapan terima kasih sekalipun, itu adalah ilmu pemberian tertinggi yang harus kita sadari.
Ini adalah memberi dengan level ikhlas. Memberi dengan level ini akan menjadikan kita pribadi yang bahagia, tidak hanya di dunia, tetapi sampai di akhirat kelak.
Coba amati ibu kita. Apakah beliau gelisah ketika memberi kita makan dulu? ini Ikhlas. Apakah beliau mengharapkan ucapan terima kasih ketika memandikan kita dulu? ini ikhlas. Apakah beliau meminta bayaran dari mencuci baju kita ketika kecil dulu? ini ikhlas. Apakah ibu pernah mengatakan kalau dia ikhlas? tidak. Ini lah ikhlas.