Mohon tunggu...
TauRa
TauRa Mohon Tunggu... Konsultan - Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

Rabbani Motivator, Leadership and Sales Expert and Motivational Public Speaker. Instagram : @taura_man Twitter : Taufik_rachman Youtube : RUBI (Ruang Belajar dan Inspirasi) email : taura_man2000@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jadilah "Rektor", Bukan Pengekor

5 Oktober 2020   14:23 Diperbarui: 5 Oktober 2020   14:26 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayah harus menjadi "rektor" di keluarganya (sumber:cermati.com)

Iklan masyarakat tentang seorang anak yang sangat mengharapkan "kehadiran" jiwa orang tuanya di rumah mungkin sering kita saksikan di TV. Kalimat terakhir anak itu mungkin masih teringat di sebagian besar dari kita. Begini kata anak itu :

"Mama, Papa, aku disini, bukan disitu (merujuk pada HP yang selalu di pegang orangtuanya ketika di rumah)"

Rasanya kejadian ini mungkin dialami jutaan keluarga di seluruh Indonesia. Ketika orangtua merasa kesibukan adalah segalanya, ketika seorang ayah merasa mencari nafkah adalah segalanya, atau ketika seorang Ibu merasa kalau ikut arisan, pengajian dan sebagainya adalah segalanya.

Di saat yang sama, bisa jadi ada anak yang terabaikan, persis seperti iklan layanan masyarakat yang seharusnya cukup menyentak kita semua. Ya, tentu saja menyentak bagi yang merasa tersentak. Dan menjadi biasa saja ketika memang hatinya sudah kebal dengan sentakan seperti ini.

Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana sebaiknya kita menyikapi teguran elegan yang ditampilkan oleh iklan tersebut terhadap jutaan orangtua di seluruh Indonesia bahkan dunia? Mari kita lihat kunci meresponnya.

Menjadi "Rektor", Bukan Pengekor

Oya, kapan terakhir kali Anda menghadiri rapat di kantor? seminggu lalu, sebulan lalu, atau baru satu hari yang lalu? Ya, mungkin saja cukup sering. Tetapi jika saya ganti pertanyaannya, kapan terakhir kali Anda menemani anak Anda menonton acara kartun kesukaannya di rumah tanpa HP di tangan Anda atau dengan kata lain dengan perhatian penuh? Coba silakan kita jawab saja dengan jujur.

Kalau menemani anak dengan HP tetap di sisi kita itu adalah hal yang tidak istimewa, banyak orang bisa melakukannya. Tetapi dengan fokus hanya padanya dalam satu waktu, itu barulah istimewa.

Kalau kita pernah melakukannya, berapa kali dalam sebulan? Iya, tapi saya kan sibuk? kata sebagian besar kita. Oke. jika begitu ingat baik-baik kalimat indah ini :

"Sibuk itu pada dasarnya tidak ada. Yang ada hanyalah tentang menentukan Prioritas" (TauRa)

Semakin jelas prioritas dalam hidup kita, maka semakin jelas aktivitas yang kita lakukan setiap hari. Semakin tidak jelas, maka wajar saja, banyak orang yang kesannya sangat sibuk, padahal sesungguhnya dia hanya belum tahu apa yang menjadi prioritas dalam hidupnya.

Sekarang begini, coba kita jawab saja, Apakah pekerjaan prioritas untuk kita? lalu, apakah Ibadah prioritas?, Keluarga prioritas?, liburan prioritas? menulis prioritas?, membaca prioritas?, tidur prioritas?, bergaul dengan teman prioritas?, belajar prioritas? Apakah semua hal ini adalah prioritas kita?

Jika begitu banyak prioritas kita, jangan-jangan kita belum tahu mana yang sebenarnya prioritas dan mana yang sebenarnya levelnya di bawah prioritas?

Di dalam buku yang sangat terkenal yang berjudul "7 Habits of Highly Effective People" yang ditulis oleh Steven Covey, dia mengatakan kalau setiap hari, sejatinya kita bisa menentukan dua atau tiga big rocks kita saja. big rock atau batu besar itu dia ilustrasikan sebagai prioritas kita hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun