Mohon tunggu...
deddy Febrianto Holo
deddy Febrianto Holo Mohon Tunggu... Relawan - Semangat baru

Rasa memiliki adalah perlindungan alam yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

WALHI NTT: Evaluasi Kebijakan Pembangunan, Krisis Iklim Meningkatkan Risiko Bencana

30 September 2022   14:08 Diperbarui: 30 September 2022   14:45 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok/pri Deddy F. Holo


Memasuki musim hujan di tahun 2022 pemerintah perlu menyiapkan langkah mitigasi yang tepat untuk meminimalisir dampak dari bencana hidrometeorologi. Saat ini upaya mempercepat pemulihan pasca badai Seroja di tahun 2021 lalu di Nusa Tenggara Timur  masih menjadi pekerjaan rumah (PR)  yang belum diselesaikan dengan baik oleh pemerintah.


Salah satu yang menjadi perhatian serius kita bersama saat ini adalah bagaimana menyiapkan langkah strategis guna mengurangi risiko bencana di masa yang akan datang. Melansir ANTARA, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 13 Oktober 2021, mencatat 98 frekuensi kejadian bencana di Indonesia dalam 10 tahun terakhir adalah bencana hidrometeorologi karena perubahan iklim.


Perubahan iklim yang menyebabkan hidrometeorologi  yang terjadi pada iklim, curah hujan, dan suhu udara serta pengaruh adanya peningkatan gas karbon dioksida dan gas-gas lain akibat  dari krisis ekologis. Selain itu, penyebab utama dari perubahan iklim adalah kerusakan lingkungan yang semakin masif.


Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah yang rentan terkena bencana hidromertologi. Pada tahun 2021 hampir di seluruh kabupaten dan kota di NTT terkena dampak badai seroja. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyiapkan dengan baik langkah mitigasi yang tepat dan terintegrasi.


Pentingnya penataan lingkungan di NTT merupakan salah satu jalan keluar yang dianggap mampu menahan bencana ekologis. Pemerintah di NTT perlu melakukan terobosan besar dalam mengurusi pemulihan lingkungan. Bukan hanya itu saja akan tetapi, kebijakan pembangunan yang sementara ini berkontribusi merusak lingkungan perlu di evaluasi kembali.


Langkah adaptasi dan mitigasi di NTT masih di nilai sangat rendah, indikator ini bisa dilihat ketika pemerintah belum menyiapkan metode yang tepat dalam rangka penguatan kapasitas dalam menghadapi perubahan iklim dan bencana bagi masyarakat yang rentan seperti petani dan nelayan.


Kebijakan pembangunan berbasis industri yang dilakukan pemerintah masih menyasar wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang notabene menghadapi ancaman besar dari perubahan iklim. Salah satu yang bisa kita jadikan contoh ketika pemerintah memuluskan Industry tambak garam di kabupaten Malaka dengan merusak kawasan mangrove yang menjadi penyangga bencana hidrometeorologi warga pesisir.


Selain itu, penetapan pulau Flores sebagai pulau geothermal  oleh pemerintah menjadi ancaman serius bagi provinsi NTT yang dikenal memiliki  pulau-pulau kecil dan rentan dengan bencana alam. beberapa data penelitian menunjukkan bahwa pembangkit listrik geothermal juga menghasilkan emisi CO2, CH4, SO2, H2S, dan NH3 yang dapat berakumulasi merusak lapisan ozon.


Masifnya kebijakan pembangunan industri yang diikuti oleh sejumlah kerusakan lingkungan  mencerminkan bahwa pemerintah masih mengabaikan keselamatan lingkungan dan masyarakat. Kerusakan yang berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat menjadi pemicu timbulnya masalah baru di tengah krisis iklim saat ini.


Masalah lain pun menjadi tampak di permukaan ketika dampak perubahan iklim tidak dapat dikendalikan dengan baik oleh semua pihak. Hal ini dapat kita rasakan ketika petani dan nelayan mulai kesulitan memprediksi kalender musim. Sementara itu, kekeringan,  krisis air bersih, angin kencang, banjir rob dan gelombang pasang yang tinggi merupakan akumulasi dari dampak perubahan iklim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun