Riuh rendah perhelatan pemilu 2024 makin membuncah. Dari level yang rendah hingga ke level strategis. Tentu dengan tingkat kontens/dinamika yang berbeda.
Yang paling mutakhir adalah model pemilhan terbuka atau tertutup yang telah dibahas lagi. Konon akan kembali tertutup hanya dengan mencoblos partai. Atau ini hanya teknik mengecoh saja?
Ini yang saya maksud sebagai level strategis, para pemainnya adalah para elite dengan jejaring tertentu dan tujuan tertentu, yang bisa saja menguntungkan sebagain pihak, misal, menguntungkan partai lama. Atau menguntungkan partai yang srdang berkuasa sekarang.
Begitupun dengan  unjuk dominasi antarkubu (katakanlah begitu), bahwa masing masing sedang membangun merek dan tegline di benak voter mereka.
Itulah yang kita dengar seputar pembandingan jalan tol era sekarang dan rezim sebelumnya, dan beberapa isu lainnya, yang bisa saja isu lainnya itu hanya rendahan. Tapi bisa memberikan efek yang tak disangka.
Memang, idealnya yang diendors ke publik adalah gagasan dan gambaran masa depan Indonesia secara partisipatif.
 Yaitu dengan meninjau bagian mana dari kehidupan negara kita yang butuh perbaikan. Tentu perbaikan itu mesti bermula dari kaum elitnya (pemuka kaum/para pemimpin/pejabat).
Misal, korupsi yang meraja rela, apakah ini karena faktor dominasi politik (tak tersentuh), atau semata karena rakus, atau karena biaya pemilu yang mahal (politik uang)?.
Pola strategi dan pendekatan branding personal dan partai, itulah yang saya sebut dalam forum ini sebagai perang udara.
Suatu level perang yang berbasis media dan tanpa konfrontasi langsung. Walau tidak sama dengan psikowar.Â
Para kandidat, atau para bacaleg , misalnya  mulai  memanfaatkan semua platform media untuk mengunci targetnya dengan beragam teknik dan program. Bila tanpa hati hati, ini bisa kena delik curi start.