Dia berpikir tentang pikirannya. Dulu, Â dia anggap pikirannya itu bagai burung burung yang beterbangan, di angin, awan dan hutan.Â
Dia berpikir lagi, mungkin pikirannya tak lagi seperti burung burung. Dia perlu menjinakkan pikirannya agar tenteram dan khusuk, fokus dan maslahat. Mengurai visi yang kuat.Â
Dia yakin kini bahwa, entitas pikirannya perlu segera berbuah. Atau mesti terus dipetik buahnya. Sebab akal telah Tuhan (Allah Azza Wajalla)Â berikan bagai lahan yang subur untuk setiap pohon pikiran.Â
====
Ket: Dalam Antologi Buah Tangan.Â