Datangnya bulan Rabiul Awwal memberikan suasana yang beda dan istimewa. Terkhusus di Aceh, dan umumnya beberapa daerah lain. Karena pada bulan ini banyak diwarnai nuansa perayaan/haflah/ syiar hari kelahiran Baginda Penutup Para Nabi (Muhammad SAW).
Walau secara teknik Nabi tidak mengisyratkan amalan ini, namun, dari segi aspek budaya dan interaksi sosial tidak mengandung  mudharat.
Selintas, yang penulis ingat, perayaan kelahiran nabi, diprakarsai pada masa kepemimpinan Shalahuddin Al Ayyubi (Saladin) sekitar pertengahan abad 12 M, guna membangun kegairah keislaman di setiap hati pemeluknya, terutama dalam memperjuangkan Palestina saat itu.
Maka, setelah fase itu, para ulama mu'tabar (yang diakui secara luas), membatasi amalan/aktivitas maulud yang tidak melanggar syariat. sehingga kegiatan maulid ini tidak menyerupai ajaran agama lain dan menyimpang dari kebenaran, ada beberapa batasan yang ditetapkan:
Pertama, di dalamnya ada zikrullah, mengingat Allah, atau dibacakan Alquran dan kisah Nabi Muhammad SAW.
Kedua, berbagi makanan dan makan bersama, khususnya dengan mengundang anak yatim.
Ketiga, tidak menyebabkan perilaku mubazir dan pelanggaran agama di dalamnya, seperti bercampurnya laki laki dan perempuan dalam satu jamuan (sebaiknya duduk mereka dipisah).
Khusus di Aceh, agaknya berbeda dari daerah lain, yang hanya merayakan Maulid secara rutin di bulan Rabiul Awwal, baik di masjid ataupun kenduri di sebagian kampung.
Namun di Aceh, suasana maulid, berlangsung sekitar tiga bulan berturut turut. oleh karena  panjangnya waktu itu, maka sebutannya menjadi "maulud", yang berarti memperingati Sosok Kepribadian Nabi yang dilahirkan. Sedang maulid, merujuk pada momen/waktu lahirnya di bulan Rabiul Awal.
Biasanya, kegiatan ini diadakan di setiap masjid dan di setiap kampung. Â Setiap kampung memiliki waktu tersendiri dalam merayakannya, dengan model perayaan yang hampir sama dan melibatkan banyak pihak, juga anak anak.
Setiap.rumah dalam satu kampung akan
menyiapkan sajian hidangan pada tempat khusus, atau  hanya memesan di Rumah Makan, (umumnya memang dimasak sendiri).
Diantara yang paling khas adalah, di dalam rangkaian acara itu ada yang disebut " dzikir maulud": Yang isinya berupa sejarah hidup Nabi Muhammad SAW dan ajarannya. dzikir maulud ini juga di paradekan, dilombakan antar kampung, dan atau diikuti oleh kampung sebelah yang belum mengadakan mauludan. Demikian juga pihak Kabupaten, akan mengadakan momen yang sama pada waktu tertentu pula.
Pada dzikir maulud ini, para penampil yang berjumlah puluhan orang akan membacakan dzikir dengan ragam gerak fisik, baik secara duduk ataupun berdiri sebagai variasi sekaligus dengan corak irama yang khas dan semangat.
Selepas rangkaian acara itu, sejak zuhur hingga ashar, panitia akan membagikan hidangan yang telah disediakan, atau menyantap hidangan itu secara bersama. sebagian besar hidangan itu dikhususkan untuk keluarga tertentu atau dibagi secara merata kepada hadirin.