Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makan Sirih dan Falsafah Hidup Orang Aceh

2 Oktober 2021   20:57 Diperbarui: 2 Oktober 2021   21:01 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.steemit.Racikan Ranub, sirih, untuk dikunyah.berisi gambir, pinang, terkadang dicampur kacang.

Tradisi Makan Sirih dan Falsafah Hidup Orang Aceh

Ketika seorang penjual ranub (sirih) atau penghias ranup sedang merangkai bentuknya menjadi beragam varian, yang terbetik di benak penulis adalah kesetiaan dan keuletannya pada kegiatan tersebut.

Meskipun kegiatan membentuk daun sirih tadi sudah menjadi hal yang biasa dan berlangsung automatis, tetap membutuhkan kesabaran: dari mencari dan memilih daun sirih yang bagus, mengolah pinangnya serta mesti duduk berjam jam  merangkainya menjadi pas untuk dikonsumsi dengan ragam rasa dan bentuk.

Adapun yang paling membutuhkan ketelitian dan inovasi adalah rangkaian ranup yang dimaksudkan sebagai antaran/kelengkapan adat pernikahan, misalnya berbentuk angsa atau kopiah khas Linto Aceh.

Hiasan Sirih, Ranub, untuk Antaran Nikah.libra.com
Hiasan Sirih, Ranub, untuk Antaran Nikah.libra.com
Tentang kesetiaan yang penulis singgung di atas, seorang penjual ranup, merelakan dirinya untuk bisa bertahan di tengah derasnya laju modernitas dan gaya hidup instan. Memang sudah jarang kita jumpai generasi milenial yang memesan ranup untuk konsumsi dalam jamuan kelompok saat kongkow di cafe/warung.

Dalam hal ini kiranya sudah diperlukan suatu mekanisme promosi tertentu dalam kehidupan remaja untuk terlibat perihal melestarikan budaya ranup, baik untuk konsumsi, seremoni adat dan bahkan potensi ekonomi dengan bertani sirih, misalnya.

Sebab, sebagai unsur adat, sangat urgen untuk dilestarikan, apalagi ia dapat menopang ekonomi keluarga. Biasa ranup konsumsi dijual seharga Rp 500 per buah. Sedangkan untuk antaran dan acara adat, tergantung jumlah serta kerumitan bentuknya saat dirangkai.

Dari segi konsumsi, budaya pajoe ranup (makan sirih) merupakan bagian interaksi sosial yang dapat mencairkan suasana, membangun keakraban.

 Saat mengunyahnya, itu semacam olahraga wajah yang paling simpel. Disamping manfaat lainnya untuk menghilangkan bakteri di mulut atau di perut. 

Dan rasanya yang pedar, pahit, terkadang (bisa jadimanis, tanpa tambahan gula dan kacang) serta  warnanya yang merah, seakan mengisyaratkan tentang kehati-hatian dalam  mengeluarkan ucapan.

*Peminat Kajian Sosial Budaya

Menetap di Aceh sejak 1997. Mulai mengenal budaya makan sirih (dari Nenek) sejak kecil di Medan, dalam kultur Melayu Deli.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun