Meja Kerja Sapardi
Sapardi, Eyang kita itu, puisi puisinya begitu hidup. walau dia tak hidup lagi, puisinya akan abadi. selama masih ada hujan, mungkin Sapardi tetap ada.
Itu karena kekuatan kata dan metafora, daya ungkap. Sesuatu yang dia suka dan upayakan. Bahkan, sebutnya, metafora itu syarat ada, bajunya puisi, agar ia indah. Dan adalah tugas penyair menghidupkan ungkapan ungkapan baru. Itulah diantara jasa penyair katanya,
Konon, ia pernah merasa sepi dengan puisi puisinya. sekitar 20tahun, ia memulainya sejak SMA, seperti karyanya " Tangan Waktu", puisi itu ia ciptakan di usia yang cukup muda.
Selama 20 tahun itu, apa yang ia dapat dari puisi belum bisa mengganti berapa kertas dan tinta yang habiskan, belum lagi energi dan keperluan lain, katanya.
Namun Sapardi tahu, puisi itu taman bercintanya, meja kerja prestasi. walaupun ia tetap sebagai dosen sastra, dia punya buku Sosiologi Sastra, selain buku puisi, novel, cerpen: belakangan dia suka cerpen yang sangat pendek. Kisah sepasang sepatu, termasuk yang menarik.
Buku antologi juga ada, "Kebudayaan Indonesia" termasuk yang kuingat dari artikel itu, dalam Buku Ekstasi Gaya Hidup.
Lainnya, mungkin Sapardi tersihir oleh Renda dari segi daya ungkap, sebab itu ia tulis buku Sihir Rendra. Kata sihir ia gunakan sebagai ungkapan kekaguman yang sangat akan metafora Rendra dan keberaniannya.
Bagaimana aku mengukur meja kerja Eyang Sapardi? tentu yang terkait kata dan bahasa.Â