Pengalaman Intuitif
Intuisi adalah aliran kesadaran murni dan ilahi. Kajian epistimologi Islam menyebutkan begitu. Setidaknya telah diulas oleh tokoh sekaliber Al Ghazali, kisaran abad kesepuluh Masehi.
Secara praktis, pengalaman intuitif muncul sebagai kilatan cahaya ketuhanan, dorongan bertindak tanpa pertimbangan tertentu, tanpa rasionalisasi, tanpa skala empirikal.
Intuisi bisa disebut sebagai sumber pengetahuan yang sekaligus intelektual dan supra natural. Sebab ia menangkap kilatan keterhubungan antara sadar dan bawah sadar.
Ilmuwan modern seperti Maslow menganggap intuisi sebagai pengalaman puncak, pengalaman yang tak bisa diriset secara metodologi. Mungkin ia merasakan (istilah sufi, dzauq, citarasa) akan capaian itu. Namun belum tentu ia sampai pada kesimpulan puncak (keimanan fitrawi yang murni).
Pada sisi lain, Nistzche (betul tulisannya?) juga sama, ia menyebut intuisi sebagai puncak pengetahuan.
Lalu bagaimana implikasinya dalam realita keseharian kita? Kita adalah makhluk sadar- sekaligus tidak sadar (alam bawah sadar). Anak kecil hingga rentang usia tertentu murni berada dalam alam bawah sadar (sama halnya dalam kandungan ibu).
Kita yang dewasa? pengalaman intuitif itu turun naik berdasarkan peristiwa peristiwa yang dialami akal dan jiwa. Intuisi itu diakui mengikuti alur  dan pengaruh pengalaman -tangkapan sadar. Untuk kemudian menjadi keputusan keputusan, pemikiran dan penemuan.
Menurutku, selain perlu melatih pengalaman intuitif, hasil sementara intuisi itu tetap perlu diuji dengan pengalaman sejenis dan sumber objektif lainnya. Kenapa? karena kita bukan semata makhluk  intuitif dan instingtif. Begitulah, semoga manfaat.