Sejak tahun 1978 barulah diadakan seminar Psikologi Islam di Riyadh, Saudi Arabia. Kegiatan ini sebagai konter terhadap mulai menjamurnya kajian dan kertas-kertas ilmiah psikolgi Barat, baik itu Psikoanalisa, Behaviorisme, Eksintensialisme dan sebagainya.
 Padahal, jauh sebelum perkembangan mereka, (600 tahun sebelum Eropa maju ) beberapa ahli fikir Islam telah meletakkkan dasar dasar "Psikologi" yang  lebih utuh dan padu serta sejalan dengan fitrah kemanusian sebagai makhluk Allah SWT.
Maka sejak tahun  1978 tadi, mulai berkembanglah  upaya untuk mengenalkan Psikologi Islam ke khalayak dunia. Para pemikir muslim menguji kembali asumsi asumsi Psikologi Barat. Diantara mereka adalah Alsyarqawi dan Malik Badri. Sedangkan di Asia Tenggara dipelopori oleh Hasan Langgulung (Prof.dari Malaysia).
Menurut catatan kerja Hasan Langgulung (1990), ada beberapa kritik dasar yang ditujukan pada Psikologi Barat.
Pertama, materi kajian Psikologi Barat yang kita pelajari tidaklah memgkaji jiwa. Tetapi hanya mengkaji tingkah lakunya. Apakah jiwa itu ada dan apa, serta dari mana asalnya tidak menjadi bahan kajian mereka.
Psikologi secara maknawi identik dengan Ilmunnafsi dalam pandangan Islam.Setidaknya  ada 300 lebih kata "nafsu" dalam kitab suci Alquran. Demikian pula kaitannya dengan  qalbu, ruh dan akal.
Beberapa ahli fikir muslim berbeda pendapat tentang definisi masing masing unsur di atas, termasuk pula golongan tasawuf. Berdasar ini maka tampak  bahwa Psikologi Barat memang menghindarkan diri dari kajian kerohanian manusia (beberapa pemikir modern barat kini telah menggunakan kata "titik Tuhan" dalam kerja kognitif manusia).
Adapun kritik yang kedua adalah, tentang pandangan mereka tentang sifat sifat asal manusia (Human Nature). Sebagian besar mereka meyakini adanya dorongan seks, libido dan agresi serta gerak-balas yang memengaruhi kehidupan seseorang, termasuk masa depannya, sehingga manusia tidak bebas memilih.
Pendapat lain, meyakini proses becoming (menjadi) dalam diri manusia untuk menjadi luhur dan , sadar, memiliki obsesi untuk masa depannya. Bahkan manusia dianggap bebas mutlak dalam studi studi mereka,.
Manusialah yang menentukan takdirnya sendiri, tanpa ada pengaruh di luar diri. Hingga berkembanglah sikap individualisme dan persaingan.
Ketiga, Kritik itu berkaitan langsung dengan teori teori yang mereka telurkan. Dimana sangat jelas bahwa latar budaya, agama dan citra hidup mereka sangat berbeda dengan konsepsi Islam tentang ukuran kesehatan mental seorang muslim.
Dalam konteks ini, konsepsi Psikologi Islam searah dengan konsepsi jagat raya, Â tujuan hiduo manusia dan masyarakatnya serta kebiaasan dan akhlak