Mohon tunggu...
Taufiq Akbar
Taufiq Akbar Mohon Tunggu... Profesional/Mahasiswa -

silent yang receh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingkah Pengkaderan Bagi Mahasiswa Kedokteran ?

28 Agustus 2010   13:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:38 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mungkin lebih baik kita mulai tulisan ini dengan pertanyaan, apakah pengkaderan itu ?? Banyak jawaban yang akan muncul ketika saya mengutarakan pertanyaan ini. Jawabannya tergantung kepada siapa dan apa latar belakang orang tersebut. Namun secara garis besar pengkaderan adalah sebuah proses penyadaran dan pemberian corak organisasi yang mengkadernya.

Proses pengkaderan ini sangatlah erat dengan kehidupan bermahasiswa. Lebih tepatnya lagi bagi maba (mahasiswa baru) yang telah beranjak dan berubah status dari siswa menjadi mahasiswa. Namun dibalik perubahan status tersebut, adakah perubuahan lain yuang terjadi selain perubahan nama ? Ternyata hakikat siswa dan mahasiswa itu berbeda. Siswa dalam tugasnya hanya dituntut untuk belajar, sedangkan mahasiswa yang memiliki "keistimewaan" dengan status "Maha" yang seharusnya dimiliki oleh Sang Maha Kuasa ini ternyata memiliki tuntutan dan tanggungjawab yang lebih dari sekedar dari siswa.

Mahasiswa baru yang menginjak perkuliahan tentunya masih belum memiliki pengetahuan apa-apa mengenai kemahasiswaan. Dan seharusnya mereka sadar akan tanggung jawab yang mereka emban. Proses untuk sadar akan tanggung jawab identitas dan tanggung jawab atas profesi yang mereka ambil tentunya terletak pada proses kaderasasi lembaga kemahasiswaan. Kaderisasi ini adalah hal yang wajib bagi setiap mahasiswa. Seharusnya.

Pada hakikatnya mahasiswa itu memiliki dua peran, yaitu sebagai makhluk intelektual dan sebagai makhluk sosial. Mahasiswa tentunya memiliki tugas untuk menuntut ilmu di bangku kuliah, dan wajib untuk mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga dapat bermanfaat, Kita sepekat bahwa ciri orang intelektual adalah orang yang membaca, diskusi, dan menulis. Sedangkan mahasiswa tentunya adalah perantara masyarakat dan birokrat sehingga mahasiswa dituntut untuk memiliki rasa sosial yang tinggi, apalagi bagi mahasiswa kedokteran yang nantinya akan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dan masyarakat yang membutuhkan kesehatan tentunya kebanyakan dari masyarakat yang kurang mampu. Sehingga wajib hukumnya bagi mahasiswa kedokteran untuk memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Dan wadah yang mampu untuk mewujudkan hal ini adalah proses kaderisasi lembaga kemahasiswaan.

Namun, apa yang terjadi di kehidupan nyata, ternyata berbanding terbalik dengan harapan-harapan di atas. Mahasiswa kedokteran sekarang cenderung tidak memiliki sifat intelektualitas dan sosial. Mahasiswa sekarang sudah mulai malas untuk belajar, tidak memiliki gairah untuk memiliki ilmu. Belajar, diskusi dan menulis adalah sesuatu yang "aneh" bagi mahasiswa sekarang. Proses instant dan plagiatisme sangat melekat bagi sebagian mahasiswa sekarang. Tak peduli ilmu yang didapatkan, asalkan mampu lulus dengan nilai A adalah fenomena yang sangat memprihatinkan. Jangankan untuk belajar, kuliah pun masih bagus kalau mereka masuk. Juga mahasiswa mulai tak peduli dengan sekitarnya, ego-ego parsial yang dibawa sejak SMA ternyata mengalahkan ego universal yang seharusnya mereka bawa. Seolah-olah orang lain diluar dari bagian mereka berada di dunia yang berbeda. Jangankan untuk peduli kepada masyarakat, peduli kepada teman sejawatanya pun masih dalam taraf yang memprihatinkan. Kebangaan karena telah berstatus kuliah di fakultas yang "elite" Fakultas Kedokteran  dan dihiasi mewahnya kendaraan beroda empat, eloknya pakaian yang mereka kenakan, dan gengsinya peralatan gadget yang mereka miliki seolah memberikan gap mereka dengan kehidupan sosial kemasyarakatan yang ada. Identitas mahasiswa agent of change, social control, dan moral of force pun menjadi nyanyian belaka. Sifat-sifat malas, pragmatis, egois, hedonis, apatis sangat lekat dengan mahasiswa kedokteran sekarang. Tentunya hal ini akan menimbulkan ketakutan bahwa output seperti ini akan menjadi dokter yang inkompeten, asosial, dan matrealistis.

Kegiatan pengkaderan seharusnya mampu menjadi ujung tombak bagi lembaga kemahasiswaan untuk melakukan rekonstruksi mind-set dan prilaku bagi mahasiswa sekarang yang mulai out-of-control. Terlebih lagi sekarang lembaga kemahasiswaan seolah-olah anemia, bahkan seperti cadaver yang tak berdaya, karena terjadinya krisis kader dan degradasi nilai kemahasiswaan. Yang ternyata tantangan tidak berhenti disitu saja, karena proses pengkaderan dan lembaga kemahasiswaan ternyata menjadi hal yang sangat aneh bagi mahasiswa sekarang, jika dibandingkan dengan mal, bioskop, cafe, dan tempat karaoke.

Harapan tetap ada bagi proses pengkaderan lembaga kemahasiswaa, metode dan konsep pengkaderan yang matang akan menjadikan mahasiswa akan merasa butuh pengkaderan dan lembaga mahasiswa, serta akan menjadikan pengkaderan dan lembaga mahasiswa bukan hal yang aneh. Semoga nilai-nilai yang tercantum dalam buku putih pengkaderan KEMA FK Unhas, spiritualitas, humanitas, intelektualitas, kepemimpinan, kemahasiswaan, dan kelembagaan mampu menjadikan mahasiswa sebagai kader yang sadar akan tugasnya. Dan mahasiswa akan menemukan identitasnya sebagai agent of change, social control, dan moral force.

Negeri ini membutuhkan dokter, bukan dokter-dokteran.

Dan semoga dokter akan tetap seputih jas yang dimilikinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun