Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Worklife

UMKM, Karyawan, dan Dilema Abadi

13 Juni 2025   15:49 Diperbarui: 13 Juni 2025   15:49 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilik UMKM dan karyawan UMKM (Sumber: Unsplash)

"UMKM makin boncos kalau pelit sama karyawan? Ternyata, loyalitas itu cuma bisa tumbuh dari kesejahteraan, lho!"

Pernahkah kamu berpikir, di tengah hiruk pikuk perjuangan UMKM untuk survive dan berkembang, ada satu "aset" yang kadang luput dari perhatian maksimal? Ya, mereka adalah para karyawan. Orang-orang yang setiap hari mengucurkan keringat, menyumbangkan ide, dan mengabdikan waktunya agar roda bisnis itu tetap berputar. Kita sering mendengar UMKM teriak soal modal, pemasaran, atau persaingan. Tapi, bagaimana dengan tantangan menggaji karyawan yang layak? Atau bahkan, apakah kesejahteraan mereka sudah jadi prioritas?

Topik ini seringkali menjadi dilema. Di satu sisi, pengusaha UMKM ingin bisnisnya maju, tapi di sisi lain, ada keterbatasan finansial yang bikin pusing tujuh keliling. Wajar kalau ada yang berpikir, "Gaji karyawan gede-gede nanti malah boncos!" Tapi, apa iya begitu? Apakah menyejahterakan karyawan itu benar-benar jadi beban, atau justru kunci rahasia yang selama ini terabaikan? Yuk, kita bedah bareng-bareng!

Upah Minimum, Bukan Sekadar Angka Kertas

Ngomongin gaji, pastinya kita langsung terlintas soal Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tiap tahun bikin ramai. Angka ini bukan sekadar deretan digit di atas kertas, lho. Ini adalah batas bawah yang ditetapkan pemerintah untuk menjamin bahwa pekerja punya pendapatan minimal yang layak untuk hidup.

Mengacu pada Hukumonline, peraturan tentang upah minimum ini termaktub jelas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU ini jadi payung hukum yang mengatur hak-hak dasar pekerja, termasuk soal upah yang seharusnya mereka terima. Meskipun UMKM seringkali punya fleksibilitas yang lebih besar dibanding perusahaan raksasa, bukan berarti bisa seenaknya mengabaikan aturan ini. Kepatuhan terhadap UMR/UMP bukan cuma soal legalitas, tapi juga bentuk tanggung jawab sosial.

Bayangkan, kalau upah saja di bawah standar, gimana karyawan bisa fokus kerja? Pikirannya pasti bercabang mikirin cicilan, biaya makan, atau kebutuhan anak. Ini jelas akan berdampak pada kualitas kerja, semangat, dan ujung-ujungnya, produktivitas UMKM itu sendiri. Jadi, memenuhi standar upah minimum itu langkah awal yang krusial. Ini pondasi. Tanpa pondasi yang kokoh, bangunan sebagus apapun bisa goyah, kan?

Sebuah Sebuah Ajaran, Keringat Belum Kering Upah Sudah di Tangan

Selain landasan hukum formal, ternyata prinsip menyejahterakan pekerja ini juga punya akar yang kuat dalam ajaran agama, lho. Terutama dalam Islam, ada penekanan luar biasa tentang pentingnya memberikan hak pekerja dengan adil dan tanpa penundaan. Ini bukan cuma soal transaksional, tapi juga nilai moral dan spiritual.

Dikutip dari RRI, Rasulullah bersabda, "Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah). Dalil ini seringkali jadi pegangan. Maknanya dalam banget. Ini bukan cuma tentang buru-buru bayar, tapi juga tentang empati dan pemenuhan hak tanpa menunda. Keringat itu simbol jerih payah, energi yang terkuras. Jadi, sebelum energi itu pulih, haknya sudah harus dipenuhi.

Ajaran ini juga menekankan pentingnya menghargai setiap pekerjaan dan orang yang melakukannya. Memberikan upah yang layak dan tepat waktu adalah bentuk penghormatan terhadap martabat manusia. Kalau kamu sebagai pengusaha menghargai mereka seperti itu, karyawan pun pasti akan merasa respek dan lebih terikat secara emosional dengan tempat kerjanya. Mereka tidak hanya melihat sebagai tempat mencari nafkah, tapi juga tempat di mana mereka dihargai sebagai manusia seutuhnya. Ini jauh lebih kuat daripada sekadar kontrak kerja.

Benarkah Gaji di Atas Standar Bikin UMKM Teriak Boncos?

Ini dia nih, stigma yang sering menghantui para pengusaha UMKM. "Gaji karyawan kok tinggi-tinggi, nanti bisnisku malah boncos!" Pemikiran ini, harus kita akui, sering muncul karena keterbatasan modal dan ketidakpastian pendapatan UMKM. Namun, coba deh kita ubah sudut pandangnya sedikit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun