Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Financial

Diri Tua Kita, Adalah Kreditur Paling Penting yang Kita Miliki

23 Mei 2025   19:33 Diperbarui: 23 Mei 2025   19:33 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diri kita di masa depan menagih hutang pada diri kita masa kini (Sumber: Leonardo)

"Lupakan nabung pensiun, anggap aja itu utang wajib ke diri sendiri di masa depan biar nggak nyesel nanti!"

Jujur aja deh, siapa di sini yang kalau disuruh mikirin pensiun itu rasanya kayak ngomongin masa depan yang super jauh dan nggak kebayang? Padahal, hari demi hari itu kita makin deket lho sama masa-masa nggak seproduktif sekarang. Masa-masa di mana kita pengennya santai, ditemani cucu, atau healing keliling dunia tanpa pusing mikirin cicilan atau tanggal gajian.

Tapi, buat bisa kayak gitu, ada satu hal yang sering banget kita lupain: persiapan finansial. Nggak heran kalau survei sana-sini selalu nunjukkin kalau tingkat kesiapan pensiun di Indonesia itu masih bikin deg-degan. Sebuah studi yang dipublikasikan oleh CNBC Indonesia menyebutkan bahwa 67% orang di Indonesia merasa belum siap secara finansial menghadapi masa pensiun. Angka segini, ya ampun, bikin mikir banget! Itu artinya, mayoritas dari kita tuh masih kagok banget buat nyiapin dana pensiun yang cukup.

Kita sering denger nasihat "nabung buat pensiun" atau "investasi dari muda". Tapi kenapa ya, rasanya itu kayak dengerin ceramah yang masuk kuping kanan keluar kuping kiri? Ada niat, tapi kok ya susaaahhh banget buat realisasinya? Mungkin, masalahnya bukan di niatnya, tapi di cara kita memandang tabungan pensiun itu sendiri.

Kenapa Nabung Pensiun Sering Cuma Jadi Wacana?

Coba deh, sekarang bayangin dua skenario ini:

  • Skenario 1: Kita punya target nabung Rp 1 juta tiap bulan buat pensiun.
  • Skenario 2: Kita punya cicilan utang Rp 1 juta tiap bulan ke bank atau pinjol.

Mana yang kira-kira bakal kita bayar duluan, dan mana yang paling bikin kita gelisah kalau sampai kelupaan? Pasti cicilan utang, kan? Kalau lupa bayar utang, rasanya kayak dikejar-kejar debt collector (meski cuma di pikiran), takut nama jelek, takut bunga membengkak. Pokoknya, ada tekanan yang nggak bisa ditawar deh.

Tapi kalau nabung pensiun? Aduh, banyak banget alasannya. "Ah, masih muda ini, healing dulu lah", "Gajian besok juga ada lagi", "Ini ada promo diskon gede, sayang kalau dilewatin", "Uangnya kepakai buat bukber, THR habis duluan". Ujung-ujungnya, tanggal gajian lewat, rekening pensiun masih kosong melompong. Nggak ada penalti langsung kalau nggak nabung, nggak ada ancaman nyata yang bikin kita jantungan. Ini yang bikin nabung pensiun itu seringnya cuma jadi wacana halah, alias omongan doang.

Filosofi "Bayar Diri Masa Depanmu Kayak Bayar Utang" Itu Gimana Sih?

Nah, di sinilah Skema Pensiun Emosional ini hadir buat ngobrak-abrik cara mikir kita. Konsepnya sederhana tapi nendang banget: Anggaplah diri kita di masa tua nanti itu sebagai orang yang pernah meminjamkan uang ke diri kita yang sekarang (diri muda).

Jadi, setiap bulan, kita "bayar cicilan" ke akun pensiun. Kenapa? Karena kita "berutang" sama diri masa depan. Kita berutang kenyamanan, kemerdekaan finansial, dan ketenangan di hari tua. Utang-utang itu harus dilunasi, dicicil setiap bulan, biar nanti di masa tua, "kreditur" kita (diri tua kita sendiri) nggak nagih-nagih sambil marah-marah (ini cuma analogi ya!).

Ini bukan sekadar menabung biasa. Ini adalah komitmen emosional yang kuat. Kita dipaksa untuk punya rasa tanggung jawab dan kewajiban moral kepada diri kita sendiri di masa depan. Ngeri-ngeri sedap gitu rasanya kalau nggak bayar "cicilan" ini, karena yang rugi ya diri kita sendiri nanti!

Kenapa Otak Kita Lebih Nendang Kalau Disuruh Bayar Utang Ketimbang Nabung?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun