Sejak saya menemukan tulisan Denny Siregar pertama kali itulah, beberapa hari kemudian, sebuah kekuatan ajaib dan ganjil membawaku kembali ke pedalaman untuk menemukan format dan definisi baru bagaimana saya memandangi klaim kebenaran agama.
Saya tiba-tiba mendadak dan mulai menyukai tulisan-tulisan tentang keragaman - yang secara utuh dan lengkap saya bisa temukan pada tulisan-tulisan Gus Dur. Mendalami pikiran-pikiran besar Gus Dur tentang keragaman, tentang rahmat, dan tentang "iman" membuat saya semakin paham bahwa agama (apapun) itu adalah tempat bersemayamnya ketentraman dan kedamaian.
Status Denny Siregar mungkin tampak biasa-biasa saja (bagi sebagian orang). Tetapi, bagi saya, status yang luar biasa itu sudah menyeretku dan membuatku menyukai tulisan dan pikiran-pikiran Gus Dur. Gus Dur seperti membawakanku se-pocket reference dictionary yang mengabarkanku bahwa agama yang murni atau purifikasi agama itu 'mustahil' sebab sejarah terus berubah. Kebenaran tunggal (utuh) itu juga sebenarnya tidak ada. Itu hanya 'ilusi'.
Saya belum pernah berjumpa Denny Siregar. Tetapi, setidaknya, dari artikel yang pernah ditulis Permadi - ia juga pegiat media sosial, Denny Siregar itu "Orangnya menyenangkan karena periang, ke mana-mana selalu bercanda, tertawa, tidak pernah stres. Paling kalau lagi sakit. Selain itu enggak."
"Nongkrong di kafe, ngopi, ketemu orang-orang, ngobrol. Beda dengan saya yang suka di rumah. Makanya dia punya lebih banyak teman," ujar Permadi.