Seperti kisah yang kutulis dahulu, aku pernah merekam dengan baik semua kisah-kisahnya yang mengabarkan tentang rasa lelah karena pergolakan batinnya. Ia sebenarnya punya mimpi sungguh-sungguh ingin memperbaiki "nasibnya". Mas Pram adalah laki-laki yang tampan, pintar, lulusan universitas elit, tapi "lemah" pendiriannya.
Berkali-kali ia mengutarakan mimpinya bisa bekerja di perusahaan-perusahaan besar di luar negeri agar ia bisa mengenali dunia dan kisah-kisah yang baru. Dan, tentu saja perbaikan atas nasibnya. Tetapi, sayangnya, berkali-kali ia mengutarakan mimpi, berkali-kali pula mimpinya itu dikalahkan oleh rasa bimbangnya dan orang-orang di sekitarnya.
"Aku tak diperbolehkan jauh dari rumah, mas," dalihnya.
"Apakah mas Pram sudah memiliki rencana A dan rencana B?" tanyaku.
Pram menggeleng. Tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Seperti puluhan diam yang sebelumnya. Sudah kesekian puluh kali ia gamang.
Tetapi, pernah satu kali, aku mendengar jawaban sangat menarik dari mulutnya: "Mas, masa depan manusia kan milik Tuhan ...."
Saya kaget. Jika biasanya mas Pram terdiam, usai mendengar itu.. kini aku gantian terdiam bungkam.
"Kita memang harus memiliki rencana A dan rencana B. Sama halnya dengan Pemerintah," kata mas Bas mengakhiri obrolan.