Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ayah

13 Maret 2019   20:03 Diperbarui: 13 Maret 2019   20:36 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wajah keriputmu
Pipi yang legam
Dan tubuh yang berpeluh
Yang jatuh pada pedal yang berkarat tebal

Jika malam sudah datang
Kau sembunyi di kolong
Menghitung uang yang tak seberapa engkau dapat
Bertekuk dilutut sang nasib

Lalu tidur mendengkur

Di ujung handphone
Kerap aku dengar suaramu yang mengering

Ratap lirihmu mengirisku
Seperti menyeretku ke ladang di depan rumah

Dalam bisik lirih "Ayah, aku merindukanmu"
Pulanglah
Jakarta bukan lagi tempat teduhmu

Di rumah kayu tua
Satu-satunya milik kita
Aku tak lagi kuat menahankan rindu

Purwodadi, 13 Maret 2019

Sumber foto ilustrasi: tribunnews

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun