Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Benarkah Selera Rendah Masyarakat Melahirkan "Jurnalisme Selera Rendah"?

12 Februari 2019   15:30 Diperbarui: 12 Februari 2019   20:45 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto Ilustrasi: Portalsatu.com

Saya pikir, para insan dan para pelaku pers itu tidaklah selalu menjadi satu-satunya sebab munculnya istilah "jurnalisme selera rendah". Ada sebab lain. Ada hal yang lain. Yang tidak kalah besar andilnya. Yaitu: tren selera masyarakat kita sendiri.

Jadi, tampaknya, munculnya sebutan "jurnalisme selera rendah" itu, sebenarnya, secara tidak langsung, membenarkan teori "di mana ada permintaan, maka di situ lah selalu ada suplai". Demikianlah saya melihatnya. 

Adilkah kita terus menyalahkan rumah produksi yang terus menerus membuat dan menyuguhkan program gosip dengan tidak memedulikan fakta bahwa masyarakat memang menyukainya? Sependapatkah bahwa naluri alamiah manusia memang suka bergunjing?

Adilkah kita menyalahkan mengapa acara-acara klenik yang fiktif itu terus disuguhkan dan tidak memedulikan fakta bahwa masyarakat kita memang menyenangi klenik sudah sejak jaman dahulu?

Atau, apa kabar juga dengan kisah-kisah sinetron kita dengan tema kisah aib keluarga dengan tokoh jahatnya yang selalu menyakiti tokoh baik?

Demikian juga, bagaimana beberapa gelintir orang atau elit harus menghentikan informasi-informasi tidak benar dan tidak bertanggung jawab jika masyarakat sendiri memang menggemari berita-berita yang mengaduk-aduk rasa dan emosi? 

Bukankah memang benar adanya bahwa kita itu menyenangi berita-berita yang menggerakkan semangat? Yang membakar rasa benci? Dan yang mengundang decak kagum?

Coba tengok, contoh ringan saja, seberapa sering kita ikut larut dan aktif dalam diskusi ilmiah atau menerima kiriman/postingan ilmu pengetahuan di ruang maya?

Lebih menarik mana berdiskusi soal teleskop Hubble yang berhasil menangkap galaksi kuno dengan diskusi soal "kekerasan" yang dialami "kiai"?

Maka dan akhirnya, kita pun melihat, di panggung linimasa, cerita bencana alam dengan bumbu agama, politik dan ras pun bisa menjadi narasi sangat menarik dan mengundang banyak komentar. 

Kecepatan aksi jari-jemari untuk menyuarakan agama, politik, ras dan tentu saja "ayat-ayat" kerap kita jumpai mendominasi dan membuat hidup panggung diskusi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun