Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapakah Sebenarnya Pengerek Isu PKI?

23 Februari 2018   10:05 Diperbarui: 23 Februari 2018   10:55 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: cnnIndonesia)

Mas Pras tampak tidak seperti biasanya. Ia sore itu kelihatan sangat antusias mendengar cerita bapak tukang ojek. Dua pelanggan lainnya juga begitu. "Ada yang aneh mengenai peristiwa itu," bapak itu melanjutkan ceritanya. "Ulama dianiaya dan dibunuh, tetapi tidak ada tindak lanjut."

"Kata orang-orang, peristiwa itu ada kaitannya dengan PKI."

"Kalian tahu?" tanya bapak tukang ojek itu lagi. "Mereka ternyata masih ada dan sedang bergerilya....." Wajah mas Pras tampak geram.

"Mas, saya balik dulu ya. Banyak pekerjaan di kantor nihhhh." Aku menyodorkan uang sepuluh ribu dan bergegas meninggalkannya. Orang-orang masih merubung sepeda tuanya yang penuh dengan rentengan kopi sachetan di setang. Sepanjang perjalanan pulang ke kantor yang tak seberapa jauh, aku terus mengingat cerita bapak tadi. Heran, kenapa orang-orang tampak sangat percaya cerita-cerita tentang PKI?

Di lift gedung, aku masih memikirkannya. Tak sekedar cerita dari mulut ke mulut, belakangan ini berita tentang kebangkitan PKI juga ramai diberitakan di media, bersesak-sesakan dengan beberapa isu politik panas lainnya. Adalah portal opini yang terlihat paling banyak menyuguhkan berita PKI.

Tak hanya sekedar cerita dalam bentuk narasi, isu PKI kini juga dikuatkan dengan munculnya symbol-simbol komunis dalam bentuk atribut, selebaran dan sebagainya. Aku rasa ini agak aneh. Mengapa atribut partai terlarang tampak seperti "sengaja" diumbar? Bukankah, menurut logika gampangan saya, orang keturunan asli PKI pasti tidak akan berani mendeklarasikan dirinya secara terang-terangan? Adakah maling yang dengan sengaja meninggalkan barang miliknya di rumah yang ia curi atau ia berteriak lantang bahwa ia adalah maling? Aneh.

Aku tadi sebenarnya ingin memotong cerita Bapak tukang ojek dengan beberapa kalimat dan satu pertanyaan saja. Aku ingin menjelaskan kepadanya bahwa cerita penyerangan ulama atau ustadz oleh PKI tampak seperti tidak "alamiah". Bagaimana kejadiannya, siapa korbannya dan cara tersebarnya berita seperti mengikuti pola yang sama. Sasaran dan "hasil" yang didapat juga tampak serupa. Mereka para penebar isu PKI tampak berusaha membangkitkan kembali ketakutan masyarakat yang berlebihan terhadap PKI. Ada mobilisasi opini.

Sore kemarin, usai Maghrib, saya juga sempat ngobrol dengan teman-teman pekerja kantoran tentang isu PKI. Di depan mereka, saya mengatakan bahwa isu PKI disebar dengan cara merambatkan informasi dari mulut ke mulut. Namun, berita yang disebar melalui akun-akun siluman lah yang paling berbahaya, karena kebanyakan masyarakat kita masih enggan menggunakan kemampuan literasi informasi.

Menyebarkan berita melalui media sangat mirip dengan virus yang menjalar dari satu komputer ke komputer lainnya. Sangat cepat. Satu informasi bisa disebar ke ribuan pengguna medsos hanya dalam hitungan menit. Isu tidak benar itu akan menyusup masuk ke tubuh lewat jengkal kalimat yang disebar, merambat sangat cepat ke otak lalu memenuhi sekat-sekat kosong. "Akun-akun siluman sangat mengancam umat," kata saya.

Pemerintah, dengan pasukan sibernya, pun sebenarnya sudah mendeteksi akun-akun siluman yang banyak bermunculan akhir-akhir ini. Polri juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir akun-akun siluman penebar hoaks. Namun, akun-akun baru tetap saja bermunculan.

"Sudah mulai bermunculan sejak akhir tahun lalu. Banyak lagi muncul awal tahun ini," kata Kepala Subdirektorat I Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Irwan Anwar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun