Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pengemis dan Masjid Sultan di Singapura

6 Februari 2016   00:11 Diperbarui: 6 Februari 2016   09:54 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Singapura merupakan salah satu negri paling makmur bukan saja di kawasan Asia Tenggara, melainkan juga di kawasan Asia. Negri mungil yang lebih juga terkenal dengan “City State” ini memang memikat banyak sekali wisatawan, terutama dari tanah air terbukti dengan banyaknya penerbangan ke dan dari tanah air ke Bandara Internasional Changi.

Tetapi, belum lah lengkap kalau berkunjung ke Singapura tetapi tidak mampir ke Sultan Mosque. Sebuah masjid yang terbesar dan menjadi kebanggaan warga Singapura. Bagi saya sendiri hampir tidak ada niatan untuk menulis tentang masjid ini, terutama karena memang hampir tidak ada lagi yang istimewa karena sudah puluhan kali mampir kesini, baik untk sholat Jumat atau pun sholat fardhu lainnya bila kebetulan berada di sekitar sini. Namun sebuah resensi dari teman di Kompasiana yang memprotes kenapa tidak menulis tentang masjid di Singapura membuat mau tidak mau tulisan ini harus tayang juga.

Majisd Sultan sekilas tidaklah terlalu besar jika dibandingkan dengan masjid-masjid besar yang ada di tanah air. Namun tetap saja kemegahannya menggugah hati setiap kali saya memandangnya. Lokasinya di kawasan Kampong Glam yang merupakan daerah dimana banyak orang etnis Melayu, Jawa, Bugis, Arab, Tamil dan India utara bermukim, Tidak mengherankan karena memang di sekitar masjid yang didirikan pada awal abad ke 19 ini banyak juga dijumpai restoran dan rumah makan kecil yang menjua berbagai jenis makanan seperti martabak India, teh tarik, dan juga masakan Padang.


Kalau biasanya saya sering sholat Jumat di tempat ini dan saya suka sekali dengan khotbahnya yang dalam Bahasa Melayu serta isinya yang selalu menyejukan jiwa serta membuktikan bahwa Islam memenag merupakan agama yang mengajarkan kedamaian. Dan setiap selesai sholat ktika keluar dari masjid kita akan disuguhi oleh deretan pengemis yang tiba-tiba muncul entah dari mana meminta sedekah dari jemaah dengan wadah berupak gelas plastik kecil di tangan. Tua muda semuanya tumplek di tempat ini.

“Yuk ketemu selepas Isya di Masij Sultan”, demiian wa yang saya terima dari seroang sobat yang memang tinggal di Singapura. Dan sudah cukup lama tidak berjumpa. Tentunya perjumpaan ini hanya sekedar melepas rasa kangen dan juga menjaga tali silaturahim dan persahabatan yang biasanya selalu berakhir dengan makan malam bersama di restoran di sekitar masjid.

Setelah berjalan kaki sekitar 5 menit dari stasiun MRT Bugis dan meyusuri North Bridge Road, Deretan rumah toko berlantai tiga dengan arsitektur yang khas ada di kiri kanan jalan meuju Masjid. Tiba-tiba saja, kubah keemasan Masjid Sutan terlihat dari kejauhan. Matahari baru saja tenggelam di langit kota Sngaura dan masih menyisahkan semburan cahaya kebiruan yang sangat indah sekaligus menjadi latar belakang kubah dan menara masjid terbesar di Singapura yang sejak tahun 1975 telah ditetapkan sebagai warisan nasional negri singa ini.


Di keremangan senja, terlihat kubah utama yang megah, menaramenara kecil yang di cat putih dan ukiran-ukiran has dengan cungkup kecil yang mengingatkan kita akan bangunan-bangunan istana dan masjid model negri India. Garis-garis horisontal berwarna kuning keemasan menghiasi tembok sekeliling masjid dan jendela-jendelah besar dengan model segitiga lancip menjadi ciri khas masjid ini. Sekilas , arsitekturnya merupkaan gabungan antara model Arab dan India. Sementara lampu sorot yang memancarkan cahaya kekuningan mulai bertabiran menerangi masjid.

Saya masuk ke bagian sisi sebelah kiri yang meupakan bangunan tambahan tempat mengambil air wudhu. Suasana sudah mulai ramai karena waktu Isya tidak lama lagi. Krsi-kusris batu yang ditutup keramik mengelilingi pancuran perseg emapat yang cuka dibalut keramik puth.


Memasuki ruang sholat utama, saya terpaku dengan keeghan dan keindahannya. Langit-langit berwarna putih dihiasi lapun kristal yang terang benderang menerangi ruangan. Mimbarnya negah dengan dinding bwerwana hijau mudah yang dominan. Hiasan kaligrafi dan juga ukiran berwana keemasan sekan kan memberi kesan bahwa mihrab ini sepadan dengan sebuah singgasana sehingga tidaklah berlebihan kalau masjid ini dinamakan Masjid Sultan.


Di sebelahnya ada sebuah mimbar yang tidak terlalu besar dan terbuat dari kayu berukir berwarna coklat tua. Ketika pandangan dilayangkan ke sekliling tampak lantai dua masjid yang berkapasitas lebih dari 5000 orng ini seakan-akan mengelilingi ruang utama dengan pagar nya indah dan tepat berada didlam relung-relung yang bernuansa magis.

Selepas sholat, saya sempatkan memandang keindahan menara yang disinari lampu warna-warni. Ada yang berwarna ungu ada pula yang berwarna merah. Sementara bangunan utamanya tampak diterangi sinar warna kuning keemasaan. Dengan sinar lampu ini tampak sekali keindahan masjid ini di malam hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun