Beberapa waktu lalu saya duduk ngobrol dengan seorang teman lama yang bilang begini sambil nyeruput kopi,
"Bro, gue kayaknya ambil Furoda tahun depan aja deh. Udah capek nunggu ONH Plus, belum tentu hidup juga tiga puluh tahun lagi..."
Kalimat itu langsung menggelitik kepala saya. Bukan karena saya iri atau tidak setuju---dia punya uang, dia punya keinginan, dia punya niat baik. Tapi saya tiba-tiba berpikir: apa kabar mereka yang menabung puluhan tahun, tetap tak bisa berangkat?
Mari kita bahas bersama, perlukah Furoda tetap ada tahun depan? Atau justru sebaiknya kita hentikan saja dan mulai membangun sistem haji yang lebih adil?
Apa Itu Furoda?
Singkatnya, haji Furoda adalah jalur berhaji tanpa kuota resmi pemerintah Indonesia, karena menggunakan visa undangan langsung dari Pemerintah Arab Saudi (mujamalah). Tidak perlu antre, tidak melalui sistem SISKOHAT, dan bisa berangkat tahun ini juga---asal kamu sanggup membayar Rp300 juta hingga Rp800 juta.
Visa ini disebut "undangan", tapi kenyataannya bisa dibeli, bahkan dipaketkan oleh biro travel. Banyak yang menyebutnya sebagai "jalur sultan", jalur cepat ke Tanah Suci... asal dompetnya kuat.
Perlu Dihapus atau Dibiarkan?
Kalau ditanya jujur---dari sisi keadilan sosial dan moral agama, saya cenderung bilang: Furoda perlu direformasi ketat, kalau tidak bisa dihapus sekalian.
Kenapa?
1.Merusak rasa keadilan dalam ibadah.
Orang biasa harus antre 30 tahun, tapi si kaya bisa langsung berangkat tahun ini. Ibadah kok jadi seperti naik kelas bisnis? Padahal di padang Arafah nanti semua sama pakai ihram.
2.Membuka ruang bisnis rente keagamaan.
Banyak biro nakal memperjualbelikan visa tanpa jaminan resmi. Tahun lalu, ratusan jemaah Furoda ditolak masuk Mekkah karena visanya dianggap tidak sah.
3.Memunculkan pasar gelap spiritual.
Ibadah haji yang suci jadi ladang spekulasi. Travel A lebih mahal karena "jalurnya lebih aman", Travel B pakai kode, Travel C janji "beres-beresin visa"---semua itu terjadi di atas nama ibadah.