Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Terpesona Sihir Siluet Torre de Belem

10 Mei 2025   10:19 Diperbarui: 10 Mei 2025   10:19 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Torre de Belem: dokpri

Langit mulai sedikit merona lembayubg ketika saya melangkah keluar dari Mosteiro dos Jernimos. Waktu menunjukkan sekitar pukul enam sore lewat. Saya berjalan menuju halte trem, menunggu kedatangan trem 15E yang akan membawa saya sedikit lebih dekat ke menara ikonik di tepi Sungai Tagus---Torre de Belem.

Begitu naik trem, suasana di dalamnya hangat dan akrab. Beberapa wisatawan masih terlihat asyik membuat video, sementara sepasang lansia lokal berdiskusi pelan tentang harga pastel de nata. Saya turun tak jauh dari Estacao de Belem, dan dari sana, saya menyeberangi jalan besar lewat jembatan penyebrangan, sembari sekilas melihat kereta api regional melintas di kejauhan. Stasiun Belem  memang tak jauh dari sana---momen yang membuat saya merasa kembali ke simpul antara modernitas dan sejarah.
Jejak di Taman Antnio Viana Barreto

Perjalanan kaki menuju Torre de Belm ternyata membawa saya melewati taman yang luas dan tenang. Di tengah rumput hijau yang merunduk karena hujan gerimis, saya melihat sebuah papan peringatan dari batu. Tulisan di atasnya sederhana namun kuat:
JARDIM
ANTNIO VIANA BARRETO
ARQUITETO PAISAGISTA
1924--2012

Tamam di dekat Torre: dokpri 
Tamam di dekat Torre: dokpri 

Saya berhenti. Nama itu mengingatkan saya pada lanskap kota yang tenang namun penuh makna. Antnio Viana Barreto adalah arsitek lanskap ternama di Portugal, dan kini saya berjalan di taman yang merupakan bagian dari warisannya. Pepohonan pinus tumbuh dalam barisan longgar, jalur pejalan kaki membelah rumput seperti sungai batu, dan burung-burung tampak nyaman meski langit terus meneteskan air.
Gerimis membasahi permukaan papan batu, seakan menambahkan dimensi emosional atas penghargaan yang terukir di sana. Saya berdiri sejenak, membiarkan udara basah menyapu wajah dan kenangan tentang arsitektur, kota, dan orang-orang yang membentuknya. Untungnya, saya membawa payung yang dipinjam dari penginapan Airbnb.
Lalu saya kembali berjalan, melintasi taman menuju tepian sungai di mana Torre de Belm menunggu dalam diam.

Siluet dan Air yang Diam
Akhirnya saya tiba di tepi sungai, di depan Torre de Belm, yang berdiri anggun seperti lukisan.
Saya duduk di tangga batu, memandangi air yang tenang dan warna jingga matahari yang perlahan turun ke balik cakrawala. Cahaya senja menyentuh menara, menciptakan bayangan panjang dan kesan melankolis yang memikat. Di kejauhan, seorang pemusik jalanan memainkan lagu pelan dengan gitar---semacam fado ringan yang menyatu dengan semilir angin dari arah sungai

Menara itu muncul perlahan dari balik kabut dan rintik, lebih kecil dari yang saya bayangkan, tapi justru lebih magis karena itu. Ia berdiri di ujung sempit tanjung kecil, dikelilingi air, dengan tubuh batu putih yang kini tampak kelabu karena basah. Matahari belum benar-benar tenggelam, tapi sinarnya sudah tertutup mendung tebal, meninggalkan semburat oranye dan biru yang terpantul di genangan batu-batu jalanan.
Saya bukan satu-satunya orang yang terpikat. Beberapa turis lain berdiri membisu, ada yang berfoto, ada yang sekadar menatap. Di sekeliling kami, langit dan air saling bercermin di lantai basah. Saya melangkah perlahan, menyeberangi jembatan kayu pendek menuju panggung batu di depan menara.
Saat itulah seorang pria paruh baya mendekat. Rambutnya mulai memutih, dan ia mengenakan mantel panjang serta syal. Ia mengucap sesuatu dalam bahasa Portugis, mungkin menyapa atau berkomentar tentang cuaca. Dalam percakapan singkat saya masih bisa membalas dalam bahas Portugis..
Ia tersenyum kembali dan kemudian berpindah ke bahasa Inggris.

"You know," katanya, menunjuk ke menara, "that used to be an island. The tower was built on an island in the river. But after the big earthquake in 1755, the river changed course. The island disappeared."
Saya memandang menara itu dengan cara berbeda setelah mendengar kata-katanya. Tiba-tiba menara itu bukan sekadar bangunan, tapi saksi hidup dari sejarah panjang dan gempa besar yang mengubah lanskap kota dan hidup banyak orang.

Sejarah Sebuah Penjaga Sungai
Torre de Belm, dibangun antara tahun 1514 dan 1520 pada masa Raja Manuel I, awalnya dimaksudkan sebagai benteng penjaga mulut Sungai Tagus, menjaga pintu masuk ke Lisboa dari serangan laut. Arsiteknya, Francisco de Arruda, merancangnya dengan gaya Manuelino---sebuah gaya arsitektur khas Portugal yang memadukan unsur Gotik , Moor, dan Renaisans dengan dekorasi laut dan simbol kerajaan.

Menara ini berdiri di tengah air, di atas pulau kecil yang disebut Ilha de Restelo. Namun gempa bumi dahsyat tahun 1755 tidak hanya menghancurkan sebagian besar kota, tapi juga mengubah geografi: Sungai Tagus melebar dan mengendapkan tanah, menghubungkan pulau itu dengan daratan. Maka kini Torre de Belm tampak menyatu dengan tepi sungai, meski ia lahir sebagai penjaga terpencil di tengah air.
Strukturnya terdiri dari bastion rendah berbentuk segi enam di bawah, dan menara empat tingkat di atasnya. Pilar-pilar bundar, balkon dengan langkan batu rumit, dan menara kecil berbentuk kubah Moor memberikan nuansa eksotis sekaligus megah. Di dalamnya, ruang tahanan, kapel, dan meriam-meriam tua masih bisa ditemukan.
Dan semua itu kini berdiri di hadapan saya---dalam senja yang lirih, di antara gerimis dan genangan air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun