Kami tiba di Gunung Padang sekitar pukul 3 sore, disambut oleh Pak Nanang, salah satu ketua dan suhu para pemandu di sana, menurut Mbak Ira.
Pak Nanang, pria berusia sekitar 50 tahun dan asli warga setempat, mengajak kami ke rumahnya untuk makan siang sebelum mendaki situs megalitik terbesar di Asia Tenggara ini.
Makanan yang disajikan di rumah Pak Nanang sederhana namun sangat lezat: nasi lalapan, ayam goreng, telur dadar, sambal, timun, ikan teri, tahu, tempe, dan tentu saja teh hangat dan pisang. Sambil menikmati hidangan, Pak Nanang mulai menceritakan sedikit sejarah Gunung Padang.
Setelah menunaikan salat, kami bersiap untuk mendaki.
Di kaki gunung, terdapat mata air yang konon mirip air zam-zam namanya air Kahuripan. Bagi yang ingin bermeditasi, disarankan untuk menyucikan diri di sini dan melepas alas kaki. Air ini juga bisa dibawa pulang.
Gunung Padang memiliki dua jalur pendakian:@ yaitu di sebelah kiri dengan jarak 175 meter, lebih terjal dengan 378 anak tangga.
Senentata tangga di sebelah kanan: dengan 725 anak tangga, lebih landai namun lebih jauh yaitu sekitar 300 meter .
Kami memilih jalur kiri dan mulai naik hingga tiba di Teras 1.