Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Maaf-Maafan Selama Lebaran, Tulus atau Basa-Basi?

1 April 2025   09:15 Diperbarui: 1 April 2025   09:15 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maaf-Maafan: Liputan6

Suasana Hati Setelah Maaf-Maafan di Hari Lebaran: Formalitas atau Kelegaan yang Nyata?

Hari Raya Idul Fitri selalu identik dengan tradisi saling memaafkan. Ungkapan "mohon maaf lahir dan batin" terdengar di mana-mana, baik secara langsung, melalui pesan singkat, atau unggahan di media sosial. Tapi, bagaimana sebenarnya suasana hati setelah ritual maaf-maafan ini? Apakah sekadar formalitas, atau ada kelegaan batin yang benar-benar terasa? 

Bagi sebagian orang---termasuk saya---maaf-maafan di hari Lebaran bisa jadi hal yang biasa saja, terutama dengan orang-orang yang jarang bertemu. Misalnya, saudara atau teman yang hanya bersua setahun sekali. Karena interaksi minim, peluang untuk saling menyakiti juga kecil. "Ya, maaf-maafan sih sebagai simbolik saja, toh kita juga nggak pernah konflik," begitu pikir saya. Tapi bagaimana dengan dinamika maaf-maafan di dunia yang lebih dekat dengan keseharian kita? 

Maaf-Maafan di Media Sosial: Formalitas atau Sungguhan?

Bagi yang aktif di media sosial, kirim-kirim ucapan maaf via WhatsApp, Instagram, atau Facebook mungkin sudah jadi rutinitas tahunan. Copy-paste broadcast message, tambahkan emoticon hati, lalu kirim ke semua kontak---selesai. Terkesan formalitas, ya? *"Yang penting sudah minta maaf, meski nggak terlalu personal."* 

Tapi bagi yang pernah berkonflik di dunia maya---entah karena salah paham, debat panas, atau saling *ignore*---momen maaf-maafan Lebaran bisa jadi pintu untuk *reset* hubungan. Misalnya, ada teman yang sempat *unfollow* gara-gara beda pendapat politik, atau mantan rekan kerja yang hubungannya renggang karena kesalahpahaman. Ketika salah satu pihak mengirim pesan maaf, meski singkat, ada perasaan *"Ah, akhirnya..."* yang bikin hati lebih plong. 

Tidak harus langsung akrab lagi, tapi setidaknya beban "kita masih bermusuhan" jadi berkurang. Di sinilah maaf-maafan Lebaran---meski lewat medsos---bisa punya makna lebih dari sekadar formalitas. 

Maaf-Maafan dengan Keluarga dan Orang Terdekat: Kelegaan yang Paling Terasa

Kalau dengan orang jauh maaf-maafan bisa terasa basa-basi, lain ceritanya dengan keluarga, pasangan, atau tetangga dekat. Ini adalah orang-orang yang interaksinya sehari-hari, di mana kesalahan---sengaja atau tidak---sering terjadi. 

- Suami/Istri atau Anak: Dalam rumah tangga, pertengkaran kecil sering terjadi. Mulai dari soal siapa yang lupa beli kebutuhan rumah, sampai kesalahpahaman yang bikin diem-dieman semalaman. Saat Lebaran, saling memaafkan bisa jadi momen untuk melepas dendam kecil yang menumpuk. "Aku juga minta maaf kalau kemarin marah-marah nggak jelas," ujar suami sambil tersenyum. Begitu mendengar itu, hati istri pun terasa lebih ringan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun